Saturday 9 June 2012

HAK NUKLIR IRAN, MAU DIBAWA KEMANA

Oleh : YULI DIAN FISNANTO,SH

  • Membaca sebuah artikel pada sebuah situs pemberitaan dengan judul “AS: Kita Sudah Siap Menyerang Iran” (www. http://islamtimes.org, Thursday 17 May 2012 15:00), kemudian muncul sebuah pertanyaan yakni, kemana arah penyelesaian permasalahan program nuklir Iran tersebut.
Add caption

Munculnya pernyataan atau wacana tersebut tentu mencerminkan lemahnya komitmen AS dalam hal mendukung stabilitas kawasan selain itu juga memunculkan kesan provokatif menjelang dilakukanya perundingan antara Iran dengan negara - negara P5+1 (AS, Inggris, Perancis, Rusia, Cina + Jerman) di Baghdad Irak dalam waktu dekat ini.

Persoalan yang menjadi penyebab utama berlarutnya penyelesaian mengenai program nuklir Iran hanyalah karena standar ganda yang diterapkan AS untuk melindungi kepentinganya di kawasan serta eksistensi kekuatan militer Iran yang mengancam keberadaan sekutu utama AS yakni Israel, selain itu krisis kepercayaan turut menjadikan persoalan tersebut tidak segera menemukan jalan keluar.

Memanasnya hubungan antara Amerika Serikat dan Republik Islam Iran yang sudah berlangsung sejak Revolusi Islam Iran pada tahun 1979 yang mana AS menghentikan dukunganya terhadap program nuklir Iran. Sebagai Negara peserta Treaty On The Non Prolefiration Of Nuclear Weapons (NPT), Iran memiliki kewajiban yang salah satunya adalah Negara perserta dalam perjanjian tersebut harus memberikan laporan kepada Badan Tenaga Atom Internasional, terkait dengan aktivitas Nuklirnya

Iran yang telah menyatakan bahwa aktifitas nuklirnya murni untuk tujuan damai, namun pernyataan tersebut tidak diikuti dengan sikap terbuka Iran atas fasilitas nuklirnya serta peningkatan kemampuan militer yang begitu pesat, khususnya dalam hal kemampuan rudal - rudanya, hal inilah yang memunculkan kecurigaan barat terhadap Iran bahwa aktifitas nuklir damai telah digeser untuk mengembangkan senjata nuklir (Weapons of mass destruction), meskipun belum ada satu bukti kongkret yang menjukan kebenaran dugaan negara - negara barat tersebut.

Ditinjau dari hal tersebut apabila AS benar - benar memilih opsi serangan militer terhadap fasilitas nuklir Iran maka dari sudut pandang Hukum Internasional jelas tidak memiliki landasan yang cukup kuat, namun justru mengancam stabilitas kawasan mengingat kekuatan militer Iran yang cukup mumpuni maka hal tersebut akan menjadi perang terbuka dalam skala besar yang akan mempengaruhi stabilitas perekonomian dunia.

 

 

Tuesday 30 November 2010

DIY : Demokrasi Yang Hiidup Diatas Sistem Monarki





Oleh : Yuli Dian Fisnanto

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 26 November 2010 lalu menyatakan “…Tidak mungkin ada sistem monarki yang bertabrakan baik dengan konstitusi maupun nilai - nilai demokrasi…” pernyataan yang menyoroti tentang pembahasan Rancangan Undang - Undang Keistimewaan DIY tersebut menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat yang sekaligus menimbulkan beberapa pertanyaan mendasar, apakah memang benar sistem pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta selama ini jauh dari nilai – nilai demokrasi, kalu memang benar mengapa ketika statement tersebut muncul justru mendapat tentangan dari masyarakat DIY.

Demokrasi yang kita kenal selama ini merupakan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat yang di ilhami oleh asas “salus palupi suprema lex” sedangkan sistem monarki merupakan sistem kerajaan yang turun temurun (pewarisan) yang terbagi dalam bentuk monarki absolut dan monarki konstitusional.

Sistem pemerintahan di DIY yang dipimpin oleh Raja (Sri Sultan Hamengku Buwono) dan sekaligus menjabat sebagai gubernur itulah yang dianggap jauh dari nilai – nilai demokrasi oleh Presiden SBY, namun apabila kita mengacupada konstitusi yakni UUD 1945 sebagaiman disebutkan dalam pasal 18B telah memberikan payung hukum mengenai pemerintahan khusus atau yang bersifat istimewa yang diatur dengan Undang - Undang pada suatu daerah, selain itu sistem pemerintahan di DIY merupakan perwujudan dari sebagian rakyat yogyakarta.

Dari uraian diatas sebenarnya tidak perlu terlalu jauh memperlebar wacana tersebut, bkankah RUU Keistimewaan DIY merupakan amanat (perintah) konstitusi, dan bukankah hal tersebut kehendak rakyat DIY pada umumnya sesuai dengan asas salus palupi suprema lex yang memberikan dasar bahwa “kehendak rakyat merupakan hukum tertinggi”.

Wednesday 29 July 2009

PANDANGAN HUKUM INDONESIA TERHADAP PERNIKAHAN DIBAWAH UMUR


Oleh : Yuli Dian Fisnanto

Pernikahan dilakukan untuk memberikan legalitas atau memberikan perlindungan serta kepastian hukum apabila hal tersebut diatas dilakukan dengan mendasarkan pada aturan yang ada, aturan yang dimaksud tentunya yang berlaku pada wilayah atau yuridiksi tertentu.

Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, pengertian tersebutlah yang membedakan antara perikatan/perjanjian dalam perkawinan dengan perikatan/perjanjian pada umumnya atau perikatan perdata yang hanya menjangkau perikatan secara lahir saja.

Hukum positif di Indonesia atau hukum yang berlaku di Indonesia telah memberikan batasan secara “LEX SPECIALE” atau secara khusus mengenai perkawinan tersebut yakni melalui Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang dikuatkan dengan Kompilasi Hukum Islam.

Seperti kita ketahui bahwa suatu aturan ataupun hukum yang berlaku di Indonesia maupun beberapa Negara lain bersifat tidak hanya menjangkau legalitas formal saja atau pengesahan saja tetapi juga menganut pertimbangan moral, sosial, politis, dan historis, sosiologis, dan yuridis. Lalu bagaimana hukum di Indonesia mengatur mengenai perkawinan, khususnya mengenai perkawinan yang dilakukan oleh para pihak yang masih dibawah umur atau belum dewasa.

Terlebih dahulu mari kita lihat salah satu syarat – syarat sahnya suatu perkawinan berdasarkan Undang – Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

Pasal 6 ayat (2) : untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua.

Pasal 7 ayat (1) jo pasal 15 Kompilasi Hukum Islam, perkawinan hanya diizinkan jika pria sudah berusia 19 tahun dan pihak wanita berusia 16 tahun.

Penyimpangan terhadap ketentuan datas dapat meminta dispensasi kepada pengadilan agama atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak wanita maupun laki – laki, berdasarkan ketentuan beberapa pasal diatas kita ketahui seorang baru dapat dikatakan siap untuk melakukan perkawinan jika pria berusia 19 tahun dan wanita 16 tahun, hal ini tidaklah lain bertujuan untuk menjaga kesehatan suami istri dan keturunan perlu ditetapkan batas umur untuk melangsungkan perkawinan.

( penjelasan Undang – Undang No 1 tahun 1974)

Pengertian sehat yang dianut oleh UU Nomor 1 tahun 1974 mengandung pengertian sehat secara LAHIR MAUPUN BATIN, berprinsip bahwa suami istri harus telah masak (matang) jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan yang baik. Baik yang dimaksud tentunya masing – masing pihak dapat mengerti,mampu, dan siap menjalankan apa yang menjadi kewajibanya, tidaklah mungkin tujuan tersebut dapat tercapai apabila masing – masing pihak masih belum cakap/ dewasa. Untuk itulah sebisa mungkin harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami dan canlon istri yang belum dewasa, batas umur yang rendah untuk melangsungkan perkawinan akan mengakibatkan laju kelahiran yang tinggi.

Mengenai batas usia seorang dikatakan dewasa juga diatur dalam Undang – Undang Nomor 23 tahun 2003 tentang perlindungan anak, yakni dalam pasal satu ayat (1) anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun. Namun undang – undang no 23 tahun 2002 lebih memfokuskan pada ekploitasi anak, sehingga keterkaitan antara UU perkawinan dan UU perlindungan anak, adalah bahwa pernikahan pada usia dibawah umur merupakan ekploitasi anak apabila dilaksanakan dengan tidak mengindahkan ketentuan yang diatur dalam Undang – Undang maupun peraturan pelaksana lainya.

Sebagaimana disebut diatas pernikahan dibawah umur hanya dapat dilakukan melalui dispensasi yang diberikan oleh pengadilan (Pengadilan Agama),atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua para pihak, tentunya dengan memperhatikan pertimbangan nilai sosial, kesehatan dan perkembangan psikologis anak.

Akan tetapi ada baiknya jika sebelum hal tersebut diatas dilakukam hendaknya kita khususnya para orang tua lebih bijak untuk mempertimbangkan antara manfaat dan mudharatnya, tidak hanya pada pertimbangan untung rugi saja, apalagi hanya didasarioleh factor keputus asaan semata, sehingga dalam hal ini masa depan anak, kesehatan baik lahir maupun bathin, tidak kita pertaruhkan. Hal tersebut sangat beralasan sebab Suatu perikatan perkawinan akan melahirkan tanggung jawab baru yang lebih besar bagi para pihak.


Thursday 29 May 2008

Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)

Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
Pengertian

Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) adalah surat izin untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan. Setiap perusahaan, koperasi, persekutuan maupun perusahaan perseorangan, yang melakukan kegiatan usaha perdagangan wajib memperoleh SIUP yang diterbitkan berdasarkan domisili perusahaan dan berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia.

SIUP terdiri atas kategori sebagai berikut :

• SIUP Kecil yang diterbitkan untuk perusahaan dengan modal disetor dan kekayaan bersih Rp. 200 juta di luar tanah dan bangunan.
• SIUP Menengah yang diterbitkan untuk perusahaan dengan modal disetor dan kekayaan bersih Rp. 200 juta sampai dengan Rp. 500 juta di luar tanah dan bangunan.
• SIUP Besar yang diterbitkan untuk perusahaan dengan modal disetor dan kekayaan bersih di
atas Rp. 500 juta di luar tanah dan bangunan.

Perusahaan yang dibebaskan dari kewajiban memperoleh SIUP adalah :

• Cabang/perwakilan perusahaan yang dalam menjalankan kegiatan usaha perdagangan
mempergunakan SIUP perusahaan pusat;
• Perusahaan kecil perorangan yang memenuhi ketentuan sebagai berikut :
- tidak berbentuk badan hukum atau persekutuan; dan
- diurus, dijalankan atau dikelola sendiri oleh pemiliknya atau dengan mempekerjakan anggota
keluarganya/kerabat terdekat;
• Pedagang keliling, pedagang asongan, pedagang pinggir jalan atau pedagang kaki lima.

Syarat dan Kelengkapan Dokumen

1. Perseroan Terbatas (PT) :

• Fotokopi akte notaris pendirian perusahaan;
• Fotokopi SK Pengesahan badan hukum dari Menteri Kehakiman dan HAM;

• Fotokopi KTP pemilik/Direktur Utama/penanggungjawab perusahaan;
• Fotokopi NPWP perusahaan.
• Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dari Pemda setempat bagi kegiatan usaha
perdagangan yang dipersyaratkan SITU berdasarkan Undang-Undang Gangguan(HO);
• Neraca perusahaan.

2. Koperasi :
• Fotokopi akte pendirian koperasi yang telah disahkan instansi yang berwenang.;
• Fotokopi KTP pimpinan/penanggungjawab koperasi;
• Fotokopi NPWP perusahaan.
• Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dari Pemda setempat bagi kegiatan usaha
perdagangan yang dipersyaratkan SITU berdasarkan Undang-Undang Gangguan (HO);
• Neraca perusahaan.

Bagi Perusahaan yang Tidak Berbentuk PT dan Koperasi

Perusahaan Persekutuan :

• Fotokopi akte notaris pendirian perusahaan/akte notaris yang telah didaftarkan pada
Pengadilan
Negeri;
• Fotokopi KTP pemilik/penanggungjawab perusahaan;
• Fotokopi NPWP perusahaan;
• Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dari Pemda setempat bagi kegiatan usaha
perdagangan yang dipersyaratkan SITU berdasarkan Undang-Undang Gangguan (HO);
• Neraca perusahaan.

Perusahaan Perorangan :

• Fotokopi KTP pemilik/penanggungjawab perusahaan;
• Fotokopi NPWP perusahaan;
• Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dari Pemda setempat bagi kegiatan usaha
perdagangan yang dipersyaratkan SITU berdasarkan Undang-Undang Gangguan (HO);
• Neraca perusahaan.

4. Cabang/Perwakilan Perusahaan :

• Fotokopi SIUP Perusahaan Pusat yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang menerbitkan
SIUP tersebut;
• Fotokopi akte notaris atau bukti lainnya tentang pembukaan kantor cabang perusahaan;
• Fotokopi KTP penanggungjawab kantor cabang perusahaan di tempat kedudukan kantor
cabang bersangkutan;
• Fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (kantor pusat);.
• Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dari Pemda setempat bagi kegiatan usaha
perdagangan yang dipersyaratkan SITU berdasarkan Undang-Undang Gangguan (HO).

Perusahaan yang ditunjuk sebagai Perwakilan Perusahaan

• Fotokopi SIUP dan TDP perusahaan yang menunjuk;
• Fotokopi SIUP dan TDP perusahaan yang ditunjuk;
• Salinan/fotokopi akte penunjukan perwakilan atau surat tentang penunjukan perwakilan;
• Fotokopi KTP penanggungjawab perusahaan;
• Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dari Pemda setempat bagi kegiatan usaha
perdagangan yang dipersyaratkan SITU berdasarkan Undang-Undang Gangguan (HO).

Waktu Pengurusan dan Masa Belaku

SIUP dikeluarkan dalam waktu 5 hari kerja setelah Form Surat Permohonan (SP)-SIUP Model A
diterima secara lengkap dan benar. Masa berlaku SIUP adalah selama perusahaan bersangkutan
masihmelakukan kegiatan perdagangan.

Pejabat yang Mengeluarkan Izin/Rekomendasi

• Kepala Dinas Tingkat II Kabupaten/Kota setempat.


Sumber : Departemen Perindustrian dan Perdagangan

Saturday 3 May 2008

ALIRAN SESAT di INDONSIA


Oleh ; Yuli Dian Fisnanto

Polemik mengenai ajaran ahmadiyah yang banyak mendapat sorotan akhir –
akhir ini tentunya menimbulkan berbagai persoalan baru di kalangan masyarakat
inddonesia. Fatwa Majelis Ulama Indonesia yang menyatakan bahwa aliran
ahmadiyah merupakan aliran sesat harus di sikapi secara bijak oleh bangsa
indonesia sehingga tidak menambah runyam bahkan mnimbulkan persoalan baru di
negeri ini.

Fatwa Majelis Ulama Indonesia yang menyatakan bahwa aliran ahmadiyah
merupakan aliran sesat mustinya tidak harus diikuti dengan berbagai tindakan
anarkis dan pengrusakan fasilitas umum. Hal ini tentunya menjadi pekerjaan rumah
pemerintah dalam hal menentukan kebujakan hukum di kemudian hari agar hal –
hal tersebut diatas dapat dicegah.

Dalam hal menetapkan bahwa suatu ajaran dapat dikatakan sesat yang
akhirnya dikeluarkan dalam bentuk fatwa hendaknya di ikuti dengan tindakan
preventif maupun represif, agar sebuah fatwa yang di keluarkan oleh sebuah
lembaga tersebut tidak menimbulkan goncangan dimasyarakat yang akhirnya
menimbulkan persolan baru di negeri ini.

Tentunya bukan hanya sebuah ajaran yang dinyatakan sesat saja yang harus
mendapat sangsi hukum baik dalam bentuk pembubaran sebuah ajaran tersebut
maupun sangsi hukum yang lain, akan tetapi musti juga diperhatikan beberapa
kelompok ataupun organisasi yang menentang suatu ajaran sesat dengan cara
anarkis bahkan sampai pada tindakan pengrusakan fasilitas tertentu harus
mendapat teguran ataupun sangsi baik terhadap pelaku maupun kelompok
tersebut. Hal ini bertujuan agar masyarakat tidak resah, apabila sebuah lembaga
maupun instansi mengeluarkan pernyataan maupun fatwa, sehingga fatwa yang di
keluarkan oleh sebuah lembaga setidaknya dapat mencegah perpecahan di dalam
tubuh bangsa Indonesia tercinta ini.