Saturday 28 July 2007

Putusan Sela

Putusan sela yang dimaksud disini sesuai dengan pengertian putusan sela dimaksud dalam pasal 185 HIR yang menentukan bahwa: (1) Keputusan yang bukan akhir, walaupun harus diucapkan dalam persidangan seperti halnya putusan akhir, tidak dibuat sendiri-sendiri, akan tetapi termasuk dalam berita acara persidangan.

Sesuai dengan bunyi UU No. 30 tahun 1999, putusan sela arbitrase, meliputi Provisi dan Putusan Insidentil.

Sedang yang dimaksud dengan putusan sela Provisi; tidak diatur dengan jelas dalam UU No. 30 tahun 1999. Dalam undang-undang tersebut hanya ada keterangan bahwa atas permohonan salah satu pihak, arbiter atau majelis arbiter dapat mengambil putusan provisionil atau putusan sela lainnya…………dstnya……….. .

Dalam HIR sendiri, tidak mengatur tentang provisi ini, sehingga apabila kita lihat dalam praktek di pengadilan, provisi itu sebagai suatu keputusan sela adalah suatu permohonan penuntut agar untuk sementara diadakan tindakan-tindakan pendahuluan oleh arbiter atau majelis arbitrase, terhadap sesuatu hal yang ada hubungannya dengan pokok perkara, yang berfaedah untuk menciptakan kemudahan dalam penyelesaian sengketa pokok sebelum putusan akhir.

Sebagai contoh adalah permohonan dari penuntut agar pembangunan sebuah bangunan dihentikan dulu sampai perkara pokok tentang sengketa kepemilikannya dapat diselesaikan dengan baik, dan tidak menambah permasalahan kelak pada saat putusan akhir diajuhkan dan dilaksanakannya putusan tersebut.

Sedang putusan provisonil tersebut dijalankan lebih dahulu sebelum diputusnya sengketa mengenai pokok perkara dalam putusan akhir.

Putusan Sela sebagai putusan insidentil oleh UU No. 30 tahun 1999 hanya memberi penjelasan dalam pasal 30 yang berbunyi: 'Pihak ke tiga di luar perjanjian arbitrase dapat turut serta dan menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase, apabila terdapat unsur kepentingan yang terkait dan keturutsertaannya disepakati oleh para pihak yang bersangkutan, serta disetujui oleh arbiter atau majelis arbitrase yang memeriksa sengketa yang bersangkutan.

Apabila ketentuan pasal 30 UU No.30 tahun 1999 tersebut dibandingkan dengan praktek di Pengadilan Negeri, terdapat hal-hal yang tidak pas bahkan rancu.

Sebagaimana diketahui, pihak ketiga yang di luar perjanjian arbitrase dimaksud, dapat menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa ada 3 macam:

1. Vrijwaring
2. Tussenkomst
3. Voeging

Dalam vrijwaring, pihak ketiga tersebut masuk atas permintaan termohon guna melindungi kepentingan pihak yang dituntut. Dalam Tussenkomst, masuknya pihak ketiga tersebut adalah untuk membela kepentingan dirinya sendiri, oleh itu sangat tipis kemungkinan kehadirannya dalam proses dapat disepakati oleh para pihak. Sedangkan dalam Voeging, masuknya pihak ketiga di sini adalah untuk membela kepentingan salah satu pihak, baik pemohon maupun pihak termohon, semata-mata atas kemauan sendiri pihak ketiga tersebut.

Oleh karena hal-hal sebagaimana telah dijelaskan tersebut, maka baik dalam vrijwaring maupun tussenkomst ataupun pada voeging, dapat dimengerti apabila kedua belah pihak, baik pemohon ataupun termohon sulit untuk dapat sepakat menerimanya dengan mudah.

Kesepakatan kedua belah pihak dalam pasal 30 UU No. 30 tahun 1999 merupakan persyaratan dalam menerima kehadiran pihak ketiga tersebut dalam proses penyelesaian sengketa, padahal persyaratan seperti itu tidak dianut dalam praktek di Pengadilan Negeri, sehingga dengan demikian dapat diprediksikan penerapan pasal 30 UU No. 30 tahun 1999 dalam praktek sulit untuk dilaksanakan dalam praktek.

Ad. 2. Putusan Akhir

Putusan akhir arbitrase dimaksud di sini adalah putusan akhir dari arbiter atau majelis arbitrase dimana setelah semua proses penyelesaian sengketa antara kedua belah pihak maupun dengan pihak lain dilakukan, di mana di antara para pihak tidak ada yang tidak pernah hadir dalam persidangan, telah menjatuhkan putusannya terutama yang mengenai pokok perkara, dan telah diucapkan dalam suatu persidangan yang terbuka untuk umum pada suatu hari tertentu dan tempat tertentu pula. Putusan mana telah ditandatangani oleh arbiter atau majelis arbitrase yang bersangkutan.

Yang perlu dijaga dalam putusan akhir ini adalah apakah putusan tersebut sudah memenuhi bunyi pasal 4 dan pasal 5 UU No. 30 tahun 1999 serta tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.Yaitu apakah sudah ada klausula arbitrase, apakah klausula arbitrase tersebut telah dimuat dalam dokumen yang telah diterima oleh kedua belah pihak. Dan dalam hal pembuatan klausula arbitrase tersebut dibuat dalam bentuk pertukaran surat, maka pengiriman telegram, faximile, e-meil atau dalam bentuk sarana komonikasi lainnya, wajib disertai dengan suatu catatan penerimaan oleh para pihak. (pasal 4).

Di samping itu harus pula diperhatikan apakah sengketa yang ditangani tersebut apakah sengketa di bidang perdagangan dan apakah hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan, dikuasai sepenuhnya pihak-pihak yang bersengketa. Juga harus diperhatikan apakah sengketa tersebut adalah sengketa-sengketa yang tidak dapat diadakan perdamaian (pasal 5).

Sesuai bunyi pasal 26 ayat (3) apabila putusan arbitrase tidak memenuhi ketentuan pasal 4 dan pasal 5, kedua Pengadilan Negeri menolak dilaksanakannya putusan arbitrase dimaksud. Dan tidak terbuka upaya hukum apapun terhadap penolakan tersebut.

Ad. 3. Putusan Perdamaian

Putusan perdamaian adalah putusan arbiter atau majelis arbitrase, yang tida didasarkan kepada kemauan arbiter atau majelis arbitrase, akan tetapi berdasarkan kesepakatan bersama dari pihak pemohon dan termohon sebelum dijatuhkannya putusan akhir, perdamaian mana dapat tercapai atas prakarasa arbiter maupun majelis arbitrase, guna mengakhiri persengketaan antara pihak-pihak dan mengikat untuk para pihak, bersifat final dan mempunyai daya kekuatan eksekutorial.

Putusan perdamaian ini oleh karena sudah final dapat dianggap sebagai suatu putusan arbitrase yang telah berkekuatan hukum yang tetap, dapat dilaksanakan sebagaimana halnya suatu putusan akhir. Oleh karena putusan perdamaian ini juga tunduk pada ketentuan pasal 62 ayat (2) jo pasal 62 ayat (3) dan ayat (4), maka ketentuan pasal 4 dan pasal 5 harus diperhatikan di dalam putusan perdamaian ini.

Ad. 4. Putusan Verstek.

Putusan verstek adalah putusan arbiter maupun majeli arbitrase di luar hadirnya termohon yang dijatuhkan dalam persidangan, berhubungan termohon tetap tidak hadir paling lama 10 (sepuluh) hari setelah pemanggilan ke dua diterima oleh termohon, dimana tuntutan pemohon dikabulkan seluruhnya, kecuali jika arbiter maupun majelis arbitrase menilai tuntutan pemohon tidak bermasalah atau tidak berdasar hukum. Putusan mana bersifat final dan mempunyai daya kekuata eksekutorial.

Adapun putusan verstek dalam arbitrase berbeda sifatnya dengan putusan verstek menurut HIR di Pengadilan, oleh karena pada arbitrase, tidak terbuka kesempatan untuk verzet, sedang dalam hukum acara di pengadilan diberi kesempatan verzet (perlawanan). Dan apabila dikaitkan dengan pelaksanaan putusan oleh ketua Pengadilan, juga putusan ini tunduk pada ketentuan pasal 62 ayat (1),ayat (2) dan ayat (3)

source : http://www.bapmi.org/in/ref_articles3.php

Sunday 15 July 2007

tentang jabatan notaris

N o t a r i s

Dasar Pengangkatan
Dasar pengangkatan sebagai Notaris adalah Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia tertanggal 23 Nopember 1998 nomor C-537.HT.03.01-Th.1998 tentang Pengangkatan Notaris.

Pengertian

Definisi Notaris
Berdasarkan bunyi pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris (Staatsblad 1860 Nomor 3) bahwa yang dimaksud dengan Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.

Sedangkan yang dimaksud dengan Akta Otentik sebagaimana yang diatur dalam pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu akta yang sedemikian, yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu, di tempat di mana akta itu dibuat.

Tugas dan Pekerjaan serta Wewenang Notaris
Tugas dan pekerjaan dari Notaris pada umumnya meliputi:

1. membuat akta-akta otentik;
2. mengesahkan surat-surat di bawah tangan (legaliseren);
3. mendaftarkan surat-surat di bawah tangan (waarmerken);
4. memberikan nasihat hukum dan penjelasan mengenai Undang-Undang kepada pihak-pihak yang bersangkutan.

Wewenang Notaris adalah bersifat umum (regel) dan meliputi empat hal, yakni:

1. sepanjang yang menyangkut akta yang dibuatnya itu;
2. sepanjang mengenai orang-orang, untuk kepentingan siapa akta itu dibuat;
3. sepanjang mengenai tempat, di mana akta itu dibuat;
4. sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.

Profesi Penunjang Pasar Modal (Notaris)
Di dalam point 1 dari Peraturan VIII.D.1 Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-37/PM/1996 tertanggal 17 Januari 1996 tentang Pendaftaran Notaris Yang Melakukan Kegiatan Di Pasar Modal telah diatur bahwa Notaris yang melakukan kegiatan di bidang Pasar Modal wajib terlebih dahulu terdaftar di Bapepam dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan ini.

Berdasarkan Surat Tanda Terdaftar Profesi Penunjang Pasar Modal Nomor: 731/PM/STTD-N/2005 tertanggal 15 Februari 2005, kami telah terdaftar di Bapepam selaku Notaris yang melakukan kegiatan di Pasar Modal, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal.

Notaris Pembuat Akta Koperasi
Di dalam Keputusan Menteri Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia tertanggal 24 September 2004 nomor: 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Koperasi, telah diatur bahwa Notaris yang melakukan kegiatan pembuatan akta di bidang Koperasi wajib terlebih dahulu terdaftar di Kementerian Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menegah Republik Indonesia dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Keputusan tersebut.

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia tertanggal 23 September 2005 nomor: 86/Kep/M.KUKM/IX/2005 tentang Penetapan Notaris Pembuat Akta Koperasi, kami telah diangkat dan ditetapkan oleh Kementerian Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menegah Republik Indonesia sebagai Notaris Pembuat Akta Koperasi.

Notaris Bank Syariah
Kami telah berwenang membuat akta-akta yang berkaitan dengan transaksi-transaksi yang dilakukan di Bank Syariah karena telah mengikuti pendidikan dan pelatihan "Aspek Legal Bank Syariah" yang diselenggarkan oleh penyelenggara yang telah diakui oleh Bank Indonesia berdasarkan Sertipikat tertanggal 3 Desember 2005 nomor: ALBS200512115.

Pejabat Pembuat Akta Tanah

Dasar Pengangkatan
Dasar pengangkatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah Surat Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional tertanggal 2 Juni 1998 nomor 8-XI-1998 tentang Pengangkatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Dan Penunjukan Daerah Kerjanya.
Pengertian

Definisi P.P.A.T.
Berdasarkan bunyi pasal 1 ayat 1 dari Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah bahwa yang dimaksud dengan P.P.A.T. atau Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

Tugas Pokok Dan Kewenangan P.P.A.T.
Pejabat Pembuat Akta Tanah bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu (pasal 2 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998).

Perbuatan hukum yang dimaksudkan diatas adalah sebagai berikut (pasal 2 ayat 2 dari Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998):

1. jual beli;
2. tukar menukar;
3. hibah;
4. pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
5. pembagian hak bersama;
6. pemberian Hak Guna Bangunan / Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
7. pemberian Hak Tanggungan;
8. pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.

sumber ;http://kalamliano.bizhosting.com/indonesian.html

PENDAFTARAN PERTAMA KALI KONVERSI, PEMBERIAN HAK TANAH

Persyaratan:

1. Surat Permohonan dan Surat kuasa, jika permohonannya dikuasakan.
2. Identitas diri pemohon dan atau kuasanya (fotocopy KTP dan KK yang masih berlaku).
3. Bukti tertulis yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan, yaitu:
1. surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan, atau
2. sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan PMA No. 9/1959, atau
3. surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA,yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut didalamnya, atau
4. petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya PP No. 10/1961, atau
5. akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
6. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
7. akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan PP No. 28/1977 dengan disertai alas hak yang diwakafkan, atau
8. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
9. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah Daerah, atau
10. surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
11. lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, VI dan VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA
12. Surat-surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku sebelum diberlakunya UUPA.
4. Surat Pernyataan Tidak Dalam Sengketa diketahui Kades/Lurah dan 2 Saksi dari tetua adat/penduduk setempat.
5. Foto copy SPPT PBB tahun berjalan

sumber; http://www.bpn.go.id/index.html?q=layanan/pertanahan/51

Friday 13 July 2007

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten

Tugas, Wewenang, dan Hak

Tugas dan wewenang DPRD Kabupaten/Kotaadalah:

* Membentuk Peraturan Daerah Kabupaten/Kotayang dibahas dengan Bupati/Walikota untuk mendapat persetujuan bersama
* Menetapkan APBD Kabupaten/Kotabersama dengan Bupati/Walikota
* Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan Peraturan Perundang-undangan lainnya, Keputusan Bupati/Walikota, APBD Kabupaten/Kota, kebijakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah
* Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur.
* Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah
* Meminta Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan tugas desentralisasi.

Anggota DPRD memiliki hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Anggota DPRD Kabupaten/Kota juga memiliki hak mengajukan Rancangan Perda Kabupaten/Kota, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, membela diri, hak imunitas, serta hak protokoler.

Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPRD Kabupaten/Kota berhak meminta pejabat negara tingkat Kabupaten/Kota, pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan. Jika permintaan ini tidak dipatuhi, maka dapat dikenakan panggilan paksa (sesuai dengan peraturan perundang-undangan). Jika panggilan paksa ini tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama 15 hari (sesuai dengan peraturan perundang-undangan).

Alat kelengkapan dan Sekretariat DPRD

Alat kelengkapan DPRD Kabupaten/Kota terdiri atas: Pimpinan, Komisi, Panitia Musyawarah, Badan Kehormatan, Panitia Anggaran, dan alat kelengkapan lain yang diperlukan.

Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPRD, dibentuk Sekretariat DPRD Kabupaten/Kota yang personelnya terdiri atas Pegawai Negeri Sipil. Sekretariat DPRD dipimpin seorang Sekretaris DPRD yang diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota.

Untuk meningkatkan kinerja lembaga dan membantu pelaksanaan fungsi dan tugas DPRD secara profesional, dapat diangkat sejumlah pakar/ahli sesuai dengan kebutuhan. Para pakar/ahli tersebut berada di bawah koordinasi Sekretariat DPRD Kabupaten/Kota.

Kekebalan Hukum

Anggota DPRD Kabupaten/Kota tidak dapat dituntut di hadapan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan/pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPRD, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik masing-masing lembaga. Ketentuan tersebut tidak berlaku jika anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal-hal mengenai pengumuman rahasia negara.

Penyidikan

Jika anggota DPRD Kabupaten/Kota diduga melakukan perbuatan pidana, pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikannya harus mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri atas nama Presiden. Ketentuan ini tidak berlaku apabila anggota DPRD melakukan tindak pidana korupsi dan terorisme serta tertangkap tangan.

DPD

Fungsi Legislasi

Tugas dan wewenang:

* Dapat mengajukan rancangan undang-undang (RUU) kepada DPR
* Ikut membahas RUU

Bidang Terkait: Otonomi daerah; Hubungan pusat dan daerah; Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; Pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya; Perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Fungsi Pertimbangan

Tugas dan wewenang:

* Memberikan pertimbangan kepada DPR

Bidang Terkait: RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN); RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; Pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
Fungsi Pengawasan

Tugas dan wewenang:

* Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
* Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan BPK

Bidang Terkait : Otonomi daerah; Hubungan pusat dan daerah; Pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan daerah; Pengelolaan sumberdaya alam serta sumberdaya ekonomi lainnya; Perimbangan keuangan pusat dan daerah; Pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN); Pajak, pendidikan, dan agama.

Thursday 12 July 2007

PERKAWINAN BEDA AGAMA

KEPUTUSAN FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor : 4/MUNAS VII/MUI/8/2005
Tentang

PERKAWINAN BEDA AGAMA

Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional VII MUI, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426H. / 26-29 Juli 2005M., setelah
MENIMBANG :

  1. Bahwa belakangan ini disinyalir banyak terjadi perkawinan beda agama;
  2. Bahwa perkawinan beda agama ini bukan saja mengundang perdebatan di antara sesama umat Islam, akan tetapi juga sering mengundang keresahan di tengah-tengah masyarakat;
  3. Bahwa di tengah-tengah masyarakat telah muncul pemikiran yang membenarkan perkawinan beda agama dengan dalih hak asasi manusia dan kemaslahatan;
  4. Bahwa untuk mewujudkan dan memelihara ketentraman kehidupan berumah tangga, MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang perkawinan beda agama untuk dijadikan pedoman.
MENGINGAT :
  1. Firman Allah SWT :
    Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawini-nya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. al-Nisa [4] : 3);
    Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. al-Rum [3] : 21);
    Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperlihatkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. al-Tahrim [66]:6 );
    Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi. (QS. al-Maidah [5] : 5);
    Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita yang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun ia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya . Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. al-Baqarah [2] : 221)
    Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Alllah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka jangalah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya diantara kamu. Dan Allah maha mengetahui dan maha bijaksana (QS. al-Mumtahianah [60] : 10).
    Dan barang siapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, Ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain, karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka dan berilah mas kawin mereka menurut yang patut, sedang mereka pun wanita-wanita yang memelihara diri bukan pezina dan bukan (pula) wanita-wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka mengerjakan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separuh hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut pada kesulitan menjaga diri (dari perbuatan zina) diantaramu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengamun dan Maha Penyayang (QS. al-Nisa [4] : 25).
  2. Hadis-hadis Rasulullah s.a.w :
    Wanita itu (boleh) dinikahi karena empat hal : (i) karena hartanya; (ii) karena (asal-usul) keturunannya; (iii) karena kecantikannya; (iv) karena agama. Maka hendaklah kamu berpegang teguh (dengan perempuan) yang menurut agama Islam; (jika tidak) akan binasalah kedua tangan-mu (Hadis riwayat muttafaq alaih dari Abi Hurairah r.a);
  3. Qa�idah Fiqh :
    Mencegah kemafsadatan lebih didahulukan (diutamakan) dari pada menarik kemaslahatan.

MEMPERHATIKAN :
  1. Keputusan Fatwa MUI dalam Munas II tahun 1400/1980 tentang Perkawinan Campuran.
  2. Pendapat Sidang Komisi C Bidang Fatwa pada Munas VII MUI 2005 :


Dengan bertawakkal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN

MENETAPKAN : FATWA TENTANG PERKAWINAN BEDA AGAMA

  1. Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.
  2. Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita Ahlu Kitab, menurut qaul mu�tamad, adalah haram dan tidak sah.


Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 22 Jumadil Akhir 1426 H.
29 Juli 2005 M.


MUSYAWARAH NASIOANAL VII
MAJELIS ULAMA INDONESIA,

Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa

Ketua, Sekretaris,


K. H. MA�RUF AMIN HASANUDIN


Thursday 5 July 2007

TATA CARA PENDAFTARAN PRODUK MAKANAN DALAM NEGERI

Untuk mendaftarkan makanan, pemohon wajib menyerahkan atau mengirimkan kelengkapan permohonan pendaftaran kepada Direktur jenderal Pengawasan Obat dan Makanan sebanyak 3 rangkap. Kelengkapan permohonan pendaftaran adalah meliputi :
  1. Permohonan pendaftaran yang terdiri dari Formulir A, B, C, D yang diisi dengan benar dan lengkap sesuai dengan pedoman dan dilengkapi dengan lampirannya pada masing-masing formulir.
  2. Formulir A (dilip di Formulir A)
  • Sertifikat merek dari Departemen Kehakiman RI bila ada
  • Rancangan /desain label dengan warna sesuai dengan rencana yang akan digunakan pada produk yang bersangkutan
  • Fotokopi surat izin dari Departemen Perindustrian RI/BKPM dan Surat pemeriksaan BPOM setempat (bila sudah pernah diperiksa)
  • Untuk produk suplemen makanan melampirkan fotokopi ijin produksi farmasi dan sertifikat CPOB.
  • Untuk produk air minum dalam kemasan dan garam dilengkapi sertifikat SNI dari Deperindag.
  • Untuk produk yang dikemas kembali harus melampirkan surat keterangan dari pabrik asal.
  • Untuk produk lisensi melampirkan surat keterangan lisensi dari pabrik asal dengan menunjukkan aslinya
3. Formulir B (diklip di form B)
  • Spesifikasi bahan baku dan BTM
  • Asal pembelian bahan baku dan BTM
  • Standar yang digunakan pabrik
  • Sertifikat wadah dan tutup
  • Uji kemasan dan pemerian bahan baku untuk suplemen makanan
4, Fomulir C (diklip di form C)
  • Proses proses produksi dari bahan baku sampai produk jadi
  • Higiene dan sanitasi pabrik dan karyawan
  • Denah dan peta lokasi pabrik
5. Formulir D (diklip di form D)
Struktur organisasi
  • Sistem pengawasan mutu, sarana dan peralatan pengawasan mutu,
  • Hasil analisa produk akhir lengkap dan asli meliputi pemeriksaan fisika, kimia, BTM (sesuai dengan masing-masing jenis makanan), cemaran mikroba dan cemaran logam
  • Apabila diperiksa oleh laboratorium sendiri, harus dilengkapi dengan metoda dan prosedur analisa yang digunakanApabila dilakukan pemeriksaan dilaboratorium pemerintah atau laboratorium yang sudah diakreditasi, agar menyebutkan metoda yang digunakan.
  • “in process control” pengawasan mutu selama proses produksi dengan melampirkan daftar peralatan laboratorium yang dimiliki

PENDAFTARAN MAKANAN DAN MINUMAN

Untuk melindungi masyarakat dari produk pangan olahan yang membahayakan kesehatan konsumen, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keamanan pangan. Salah satunya adalah peraturan mengenai kewajiban pendaftaran produk pangan olahan seperti yang tercantum dalam PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Institusi pemerintah yang bertanggungjawab terhadap peredaran produk pangan olahan di seluruh Indonesia adalah Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) RI.
Semua produk makanan dan minuman yang akan dijual di wilayah Indonesia, baik produksi lokal maupun impor, harus didaftarkan dan mendapatkan nomor pendaftaran dari Badan POM, sebelum boleh diedarkan ke pasar. Peraturan ini berlaku bagi semua produk pangan yang dikemas dan menggunakan label sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Badi Badan POM, nomor pendaftaran ini berguna untuk mengawasi produk-produk yang beredar di pasar, sehingga apabila terjadi suatu kasus akan mudah ditelusuri siapa produsennya.

JENIS NOMOR PENDAFTARAN
Apabila kita melihat pada produk-produk makanan dan minuman yang beredar di supermarket, toko, warung dan pasar, maka nomor pendaftaran dapat kita temukan di bagian depan label produk pangan tersebut dengan kode SP, MD atau ML yang diikuti dengan sederetan angka. Nomor SP adalah Sertifikat Penyuluhan, merupakan nomor pendaftaran yang diberikan kepada pengusaha kecil dengan modal terbatas dan pengawasan diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kodya, sebatas penyuluhan. Nomor MD diberikan kepada produsen makanan dan minuman bermodal besar yang diperkirakan mampu untuk mengikuti persyaratan keamanan pangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sedangkan nomor ML, diberikan untuk produk makanan dan minuman olahan yang berasal dari produk impor, baik berupa kemasan langsung maupun dikemas ulang.
Bagi produsen yang mempunyai beberapa lokasi pabrik yang berlainan, namun memproduksi produk yang sama, maka nomor MD yang diberikan adalah berdasarkan kode lokasi produk. Sehingga dapat terjadi suatu produk pangan yang sama, akan tetapi mempunyai nomor MD yang berbeda karena diproduksi oleh pabrik yang berbeda.
Hal ini dimaksudkan untuk meringankan produsen bila terjadi suatu kasus terhadap suatu produk dari merek tertentu, yang mengharuskan terjadinya menghentian produksi atas produk tersebut. Maka yang terkena penghentian produksi hanyalah di lokasi yang memproduksi produk MD yang terkena masalah.
Nomor pendaftaran tetap berlaku sepanjang tidak ada perubahan yang menyangkut komposisi, perubahan proses meupun perubahan lokasi pabrik pengolah dan lain-lain. Apabila terjadi perubahan dalam hal-hal tersebut di atas, maka produsen harus melaporkan perubahan ini kepada Badan POM, dan bila perubahan ini terlalu besar, maka harus diregistrasi ulang.
Akhir-akhir ini semakin banyak produsen yang menggunakan jasa produksi dari pabrik lain, atas istilah tol manufaktur atau maclon. Dalam kasus ini, nomor MD adalah diberikan kepada pobrik yang memproduksi produk tersebut. Sehingga apabila produsen tersebut akan mengalihkan produksinya ke pabrik lain, maka harus mendaftar ulang kembali ke Badan POM.

PROSES PENDAFTARAN
Sejauh ini pendaftaran makanan dan minuman untuk seluruh wilayah Indonesia ditangani langsung oleh Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Badan POM. Untuk makanan dalam negeri diperlukan fotokopi izin industri dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Formulir Pendaftaran dapat diperoleh di Bagian Tata Usaha Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Badan POM, Gedung D Lantai III, Jalan Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat, Telp. 021-4245267. Setelah formulir ini diisi dengan lengkap, kemudian diserahkan kembali bersama contoh produk dan rancangan label yang sesuai dengan yang akan diedarkan.
Penilaian untuk mendapatkan nomor pendaftaran disebut penilaian keamanan pangan. Pada dasarnya klasifikasi penilaian pangan ada dua macam, yaitu penilaian umum dan penilaian ODS (One Day Service). Penilaian umum adalah untuk semua produk beresiko tinggi dan produk baru yang belum pernah mendapatkan nomor pendaftaran. Penilaian ODS adalah untuk semua produk beresiko rendah dan produk sejenis yang pernah mendapatkan nomor pendaftaran.
Tatacara dan Persyaratan yang harus dilengkapi untuk keperluan pendaftaran tersebut adalah sebagai berikut :
1. Produk Dalam Negeri
Syarat minimal pendaftaran Umum dan ODS produk MD :
- Fotokopi ijin industri dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan atau Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM).
- Hasil analisa laboratorium (asli) yang berhubungan dengan produk antara lain zat gizi (klaim gizi), zat yang diklaim sesuai dengan label, uji kimia, cemaran mikrobiologi dan cemaran logam. Keabsahan hasil analisa tersebut berlaku 6 bulan sejak tanggal pengujian.
-Rancangan label sesuai dengan yang akan diedarkan dan contoh produk.
- Formulir pendaftaran yang telah diisi dengan langkap.
Khusus untuk ODS, dilampirkan surat pesetujuan produk sejenis dan labelnya yang telah mendapatkan nomor pendaftaran.
Formulir yang telah diisi, dibuat masing-masing rangkap 4 (empat). 1 (satu) rangkap untuk arsip produsen dan 3 (tiga) rangkap untuk diserahkan kepada petugas dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Umum
-Berkas makanan, minuman dan bahan tambahan pangan dalam map snellhecter berwarna merah;
- Berkas makanan diet khusus dalam map snellhecter berwarna hijau;
-Berkas makanan fungsional, makanan rekayasa genetika dalam map snellhecter berwarna biru.
b. ODS
-Berkas makanan dalam map snellhecter transparan berwarna biru;
-Berkas minuman dan bahan tambahan pangan dalam map snellhecter transparan warna merah.

2. Produk Luar Negeri (Impor)
Syarat minimal pendaftaran umum dan ODS produk ML :
- Surat penunjukkan dari pabrik asal (surat asli ditunjukkan sedangkan yang fotokopi dilampirkan).
-Health certificate atau free sale dari instansi yang berwenang di negara asal (surat asli ditunjukkan sedangkan yang fotokopi dilampirkan).
-Hasil analisa laboratorium (asli) yang berhubungan dengan produk antara lain zat gizi (klaim gizi), zat yang diklaim sesuai dengan label, uji kimia, cemaran mikrobiologi dan cemaran logam. Keabsahan hasil analisa tersebut berlaku 6 bulan sejak tanggal pengujian.
- Rancangan label sesuai dengan yang akan diedarkan dan contoh produk.
- Formulir pendaftaran yang tekah diisi dengan langkap.
Khusus untuk ODS, dilampirkan surat pesetujuan produk sejenis dan labelnya yang telah mendapatkan nomor pendaftaran.
Formulir yang telah diisi, dibuat masing-masing rangkap 4 (empat). 1 (satu) rangkap untuk arsip produsen dan 3 (tiga) rangkap untuk diserahkan kepada petugas dengan ketentuan sebagai berikut :
b. Umum
- Berkas semuja produk dalam map snellhecter berwarna kuning;
c. ODS
- Berkas semua produk map snellhecter transparan berwarna kuning
Jika produsen sudah memenuhi syarat kelengkapan formulir pendaftaran, maka produsen harus melakukan pembayaran ke bank BNI 46 nomor rekening 037.000.240799001 dengan biaya yang ditetapkan sesuai dengan PP No. 17 tahun 2001 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan POM.
Terhadap semua formulir pendaftaran, baik ODS maupun Umum, dilakukan evaluasi yang keputusannya dapat berupa : ditolak, disetujui dengan syarat (penambahan data yang harus dilengkapi) atau disetujui. Keputusan untuk Umum diperoleh paling lambat 3 bulan, sedangkan keputusan untuk ODS diperoleh paling lambat 1 hari.

Apakah Hukumnya jika Nikah dg Anak Tiri

Ada lima belas wanita yang tidak boleh dinikahi. Hal ini disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya,

Janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Diharamkan juga kamu mengawini wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu[284]. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS al-Nisa: 22-24)

Di antara kelima belas wanita yang dilarang untuk dinikahi adalah anak dari isteri-isteri kalian yang telah dicampuri. Namun, kalau sang isteri (ibunya) telah dicampuri atau digauli, maka dilarang untuk menikahi anaknya.

sumber; http://syariahonline.com/new_index.php/id/5/cn/27633

Hukum Islam Di Jaman Nabi

Pertanyaan:

Bismillahirrohmanirrohim

assalamu alaykum wr.wb.

Ustadz yang saya hormati saya ingin bertanya beberapa hal ttg hukum islam pd jaman Nabi SAW masih hidup sbb:
1. Apakah pernah ada kisah seorang non muslim yang dihukum berdasarkan hukum islam atau mereka dihukum dengan cara lain?
2. Apakah pernah ada dijaman itu hukum berupa penjara? untuk kasus-kasus apakah hukum penjara itu?
3. Siapakah yang menjadi hakim, pembela, dan jaksanya pada jaman itu?

jazakallah atas jawabannya.
wassalam

Jawaban:

Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh
Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba�d.


1. Semasa Rasulullah SAW hidup, hukum hudud atas perbuatan zina pernah dilakukan. Tercatat ada tiga kasus hukuman zina yang dieksekusi di masa Rasulullah SAW masih hidup. yaitu Asif, Maiz dan seorang wanita Ghamidiyah.

  • Kasus Asif

    Asif berzina dengan seorang wanita dan Rasulullah SAW memerintahkan kepada Unais untuk menyidangkan perkaranya dan beliau bersabda,`Wahai Unais, datangi wanita itu dan bila dia mengaku zina maka rajamlah`.
  • Kisah Maiz

    Diriwayatkan dari banyak alur hadits dimana Maiz pernah mengaku berzina dan Rasulullah SAW memerintahkan untuk merajamnya.
  • Kisah Wanita Ghamidiyah

    Kisah seorang wanita Ghamidiyah yang datang kepada Rasulullah SAW mengaku berzina dan telah hamil, lalu Rasulullah SAW memerintahkannya untuk melahirkan dan merawat dulu anaknya itu hingga bisa makan sendiri dan barulah dirajam.


2. Di masa Rasulullah SAW memang belum dikenal penjara, paling tidak dalam bentuk sebuah prisson / jail / sel seperti di masa sekarang ini yang merupakan sebuah tempat khusus untuk memenjarakan para pelaku kejahatan. Walapun proses menahan seseorang secara umum ada dalam syariah Islam.

Namun pada periode para khalifah sesuadahnya telah dibangun secara khusus penjara untuk menahan orang-orang yang dianggap bersalah. Hukum hukud sendiri tidak ada yang bentuknya secara baku memenjarakan seseorang di dalam sel. Namun sebagian fuqoha ada yang memaknai hukuman pengasingan selama setahun bagi pelaku zina sebagai pemenjaraan. Dalam bahasa arab sering kali disebut dengan istilah Al-Habs.

3. Hakim di masa Rasulullah SAW adalah beliau sendiri sebagai pemimpin tertinggi masyarakat. Sedangkan di wilayah-wilayah yang jauh, Rasulullah SAW menganggkat qadhi khusus untuk memutuskan perkara. Nampaknya di masa itu, jabatan qadhi dan gubernur atau pemimpin / kepada daerah masih merangkap. Barulah pada masa kekhalifahan sesudahnya, antara khalifah dan qadhi dibedakan. Sedangkan profesi lawyer secara khusus yang meminta bayaran di masa itu memang belum ada.

Sebab di masa itu bisa dikatakan bahwa hukum begitu dipahami oleh semua lapisan masyarakat, sehingga rata-rata mereka memang tidak membutuhkan penasihat hukum secara khusus, begitu juga pembela, jaksa dan sejenisnya. Yang merasa dizalimi akan langsung mengadukan kepada hakim / qadhi dan umumnya mereka tahu hak-hak mereka. Sebab hukum Islam itu demikian jelas dan amat memasyarakat. Karena tidak keluar dari apa yang sudah mereka hafal baik dari Al-Quran Al-Kariem ataupun hadits Rasulullah SAW itu sendiri.

Jadi tidak serumit di masa kini dimana keberadaan atribut / petangkat hukum semacam jaksa, layyer dan embel-embelnya menjadi demikian mutlak. Hal itu terjadi karena hukumnya juga ama rumit, selain orang-orangnya juga bandel-bandel, licin dan seolah tak mempan hukum. Sebab hukum jaman sekarang ini semata-mata dibuat oleh manusia yang pasti disana-sini ada celah untuk berlindung dan menyelamatkan diri bagi para penjahat.

Sedangkan di masa lalu, selain moral ummat demikian tinggi, rata-rata mereka melek hukum Allah Subhanahu Wata`ala. Semua orang tahu hukum dan melanggar hukum adalah perbuatan yang pasti ketahuan dengan mudah.

sumber; http://syariahonline.com/new_index.php/id/7/cn/8203

Hendak dinikahi oleh pria yang akan masuk islam

Pertanyaan:

Ass. saya wanita muslim berumur 21 Th ingin dinikahi oleh laki-laki pacar saya yg saat ini masih beda agama dgn saya yaitu nasrani dia ingin masuk islam tetapi perlahan yg ingin dilakukan nya pertama adalah Khitanan dulu lalu bertahap berikutnya menurut ustadz bagaimana sebaikknya menuntun atau apa langkah-langkah kami untuk jalan ia masuk islam nanti?trim's Wasalam

Jawaban:

Assalamu alaikum wr.wb.


Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua.


Saudari Ika, sebelum Anda melakukan pernikahan seharusnya memang calon Anda itu masuk ke dalam agama Islam. dan hal ini membutuhkan proses yang bisa jadi singkat atau panjang tergantung kondisi dan kesiapan calon Anda. Yang jelas harus dipastikan bahwa ia memang masuk islam dengan kesadaran yang tinggi; bukan karena sekedar ingin menikahi Anda. hal ini penting sebab banyak kejadian dan kasus di mana sesudah menikah, suami kembali lagi kepada agama sebelumnya dan keluar dari Islam. Jika ini yang terjadi, maka yang menjadi korban adalah sang isteri. Atau, ada pula yang justru keislamannya sebagai tipuan belaka karena yang terjadi justru si isteri yang diajak baik secara paksa maupun halus untuk masuk ke dalam agama mereka. Kedua kondisi ini yang perlu diwaspadai oleh setiap wanita muslimah yang akan menikah dengan calon yang berasal dari agama lain.


Untuk itu langkah yang perlu dilakukan adalah bagaimana ia diberikan pemahaman yang benar tentang Islam. Caranya dengan belajar kepada ustdaz atau alim ulama yang memang kredibel dan dapat dipercaya. Ini penting agar ia mengetahui tentang Islam secara kaffah. Lalu, selama beberapa waktu setelah ia memang masuk Islam, perlu diuji terlebih dahulu bagaimana komitmennya dalam menjalankan amal ibadah seperti shalat dsb.


Selanjutnya yang tidak kalah penting adalah menguji dan melihat akhlak dan tingkah lakunya.


Semua ini tentu saja harus melibatkan orang lain agar penilaiannya lebih objektif. Misalnya melibatkan ustadz, teman Anda yang amanah, atau keluarga Anda sendiri.


kalau dalam beberapa waktu ternyata ia menunjukkan kesadaran berislam yang tinggi, maka tawakkallah kepada Allah dan jalanilah semua prosesi menuju pernikahan tersebut sesuai dengan rambu-rambu agama. Misalnya tanpa disertai pacaran, dsb


Wallahu a'lam bish-shawab .


Wassalamu alaikum wr.wb.

sumber; http://syariahonline.com/new_index.php/id/5/cn/24930


Tuesday 3 July 2007

NOTARIS DAN JAMINAN KEPASTIAN HUKUM

Landasan filosofis dibentuknya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris adalah terwujudnya jaminan kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Melalui akta yang dibuatnya, notaris harus dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat pengguna jasa notaris. Akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris dapat menjadi bukti otentik dalam memberikan perlindungan hukum kepada para pihak manapun yang berkepentingan terhadap akta tersebut mengenai kepastian peristiwa atau perbuatan hukum itu dilakukan.

Demikian disampaikan Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta dalam sambutannya pada acara ulang tahun Ikatan Notaris Indonesia (INI) Ke-99 di Persada Country Club Halim Perdana Kusuma Jakarta Timur, Minggu, 01 Juli 2007. Dengan peringatan ulang tahun tersebut, semoga kesempatan ini dapat dipergunakan oleh para anggota INI untuk tidak hanya mempererat tali silaturahmi diantara sesama anggota Notaris tetapi juga dijadikan sebagai sarana tukar pikiran sesama anggota maupun dengan pengurus organisasi dalam rangka memajukan organisasi. Selain itu untuk konsolidasi dalam meningkatkan profesionalisme para anggota dalam menjalankan jabatan notaris sebagai pejabat umum.

Dalam memberikan perlindungan hukum kepada notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan profesinya di bidang pelayanan jasa hukum kepada masyarakat, sebagaimana disebutkan dalam butir konsideran menimbang huruf c, notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan, demi tercapainya kepastian hukum.

Perlindungan hukum terhadap Notaris dituangkan dalam Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris yang menetapkan, bahwa untuk proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang mengambil fotokopi minuta akta dan atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan notaris dan memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanannya. Perlindungan hukum kepada notaris ini, tentunya dapat segera dipikirkan dengan membentuk peraturan perundang-undangan yang dapat memberikan perlindungan dan jaminan hukum kepada Notaris.

Andi Mattalatta memberikan penekanan kepada 3 (tiga) hal pokok berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Jabatan Notaris yaitu: pengawasan, perlindungan, dan organisasi Notaris. Dalam rangka pengawasan terhadap Notaris, sebagaimana diatur dalam Pasal 67 Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, bahwa pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri dengan membentuk Majelis Pengawas Notaris. Majelis Pengawas Notaris anggotanya berjumlah 9 (sembilan) orang yang terdiri dari unsur pemerintah, organisasi Notaris dan ahli/akademisi dengan anggota masing-masing sebanyak 3 (tiga) orang.

Dalam rangka melakukan tugas pengawasan, Menteri membentuk Majelis Pengawas Notaris ditingkat Pusat, Propinsi dan tingkat Kabupaten/Kota. Selama ini telah dilakukan pembentukan Majelis Pengawas Pusat Notaris, Majelis Pengawas Wilayah Notaris di setiap Propinsi dan sebagian telah dibentuk Majelis Pengawas Daerah Notaris di setiap Kabupaten/Kota. Kendala utama Pengawasan terhadap notaris adalah belum terbentuknya seluruh Majelis Pengawas Daerah sebagai ujung tombak pengawasan dan juga dari beberapa unsur selaku Anggota Majelis tidak bersedia menjadi anggota Majelis Pengawas Daerah.

Untuk itu Andi Mattalatta, menghimbau INI, terutama kepada Pengurus Wilayah (Daerah) Ikatan Notaris Indonesia untuk turut memikirkan, agar Majelis Pengawas Daerah segera terbentuk. Pembentukan Majelis Pengawas Daerah, tidaklah dimaksudkan semata-mata untuk kepentingan pemerintah melainkan juga untuk kepentingan para notaris sendiri. Dengan demikian setiap tindakan hukum yang akan dilakukan terhadap notaris setidaknya akan melalui penyaringan oleh Majelis Pengawas Daerah, ini tidak berarti bahwa Majelis Pengawas Daerah akan selalu memberikan perlindungan kepada para anggotanya.

Masalah lain yang perlu segera penyelesaiaan, menyangkut wadah tunggal para notaris berhimpun seperti yang disyaratkan Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris. Organisasi Notaris adalah merupakan organisasi profesi jabatan notaris yang berbentuk perkumpulan dan berbadan hukum, Dalam faktanya selain Ikatan Notaris Indonesia, terdapat beberapa organisasi notaris lain seperti : Asosiasi Notaris Indonesia (ANI), Himpunan Notaris Indonesia (HNI) dan Persatuan Notaris Reformasi Indonesia (PERNORI), sehingga menjadikan permasalahan bagi kita semua sampai kapan sesungguhnya ketentuan Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris yang mengatur mengenai satu wadah berhimpunnya notaris tersebut dapat segera direalisir.

Persyaratan sebagai suatu organisasi notaris untuk wadah berhimpunnya para notaris, oleh Undang-Undang diwajibkan memenuhi kriteria tertentu yaitu: a) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang mengatur mengenai tujuan, tugas, wewenang, tata kerja dan susunan organisasi. b) memiliki buku daftar anggota dan salinannya disampaikan kepada Menteri dan Majelis Pengawas Notaris. c) Berbentuk perkumpulan dan berbadan hukum; dan d) Menetapkan dan menegakkan Kode Etik.

Berdasarkan kriteria tersebut, Pemerintah tetap berharap semoga organisasi Notaris sebagai wadah berhimpunnya notaris yang sekaligus merupakan amanat atau perintah Undang-Undang Jabatan Notaris dapat segera terwujud bersedia menjadi fasilitator dalam pembentukan organisasi notaris tersebut sepanjang gagasan pembentukan organisasi notaris sebagai wadah berhimpunnya para notaris berasal dari organisasi Notaris sendiri. Pada hakekatnya organisasi notaris merupakan organisasi yang independen dan bebas dari tekanan pihak lain. Dengan adanya satu organisasi notaris sebagai wadah bagi seluruh anggota notaris diharapkan setidak-tidaknya akan memberikan kemudahan dalam pembinaan dan pengawasan terhadap notaris yang dilakukan oleh Pemerintah melalui Majelis Pengawas Notaris. (Biro Humas dan HLN/ Hasbullah)

sumber; http://www.depkumham.go.id/xDepkumhamWeb/xBerita/xUmum/notaris+dan+jaminan+kepastian+hukum.htm

Acara Pemeriksaan Perkara Pidana

Monday, 30 October 2006, Hukum dan Kriminal - Konsultasi
Acara Pemeriksaan Perkara Pidana

YANG terhormat pengasuh rubrik konsultasi hukum dan narkoba DPC IKADIN Yogya pada koran KR. Bersama surat ini saya ingin bertanya tentang pemeriksaan perkara pidana di pengadilan yang secara rinci dapat saya sampaikan sebagai berikut:

Saat saya mengikuti persidangan pidana, di mana teman saya didakwa telah melakukan pemalsuan surat, saat itu proses persidangan yang ada ternyata memakan waktu yang relatif lama (lebih dari dua bulan). Namun beberapa bulan yang lalu saat saya diminta menjadi saksi dalam perkara pidana di pengadilan negeri lain/berbeda ternyata sidang dapat diselesaikan hanya dalam waktu satu hari, yaitu saat itu pula sesaat setelah saya diminta menjadi saksi kemudian perkara tersebut diputuskan.

Pertanyaan saya, mengapa ada proses yang berbeda terhadap persidangan tersebut? Apakah karena pengadilannya yang berbeda? Setiap awal persidangan, hakim selalu menyatakan sidang terbuka untuk umum, bagaimana jika hal tersebut lupa disampaikan oleh hakim. Demikian pertanyaan kami. Terima kasih atas jawabannya.

Dari DIPO, di Magelang.



Yth Sdr DIPO, terima kasih atas perhatian anda dalam rubrik yang kita cintai ini. Sebagai seorang yang paling tidak sudah pernah mendatangi pengadilan baik untuk melihat proses persidangan maupun sebagai (pernah menjadi) saksi, memang akan wajar jika anda bertanya tentang hal-hal yang berkaitan dengan proses persidangan yang ternyata menurut anda terjadi perbedaan, terutama berkaitan dengan waktu penyelesaiannya.

Selanjutnya menjawab pertanyaan anda dapat kami sampaikan sebagai berikut: Perlu diketahui bahwa perkara yang diselesaikan di pengadilan memang bermacam-macam jenisnya, bahkan untuk perkara pidana juga ada bermacam-macam.

Namun yang perlu diketahui, untuk perkara pidana proses pemeriksaannya ada yang diacarakan sebagai pemeriksaan biasa, pemeriksaan singkat dan pemeriksaan cepat. Untuk acara pemeriksaan cepat itu sendiri ada acara pemeriksaan tindak pidana ringan (tipiring) dan acara pemeriksaan pelanggaran lalulintas jalan. Yang jelas untuk acara pemeriksaan cepat adalah untuk perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan penghinaan ringan.

Sedang untuk acara pemeriksaan singkat adalah diperuntukkan perkara yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana dan yang tidak termasuk dalam lingkup pemeriksaan acara pemeriksaan cepat tadi. Sedang untuk perkara yang tidak termasuk dalam kategori singkat dan cepat tadi jelas akan dilakukan pemeriksaannya secara biasa. Untuk perkara pembunuhan misalnya, karena jelas pembuktiannya tidak mudah dan tidak sederhana, maka perkara tersebut masuk dalam kategori acara pemeriksaan biasa.

Sebagaimana kasus pemalsuan surat yang pernah saudara ikuti, maka kasus tersebut memang biasanya masuk dalam kategori acara pemeriksaan biasa. Secara sederhana bisa juga dilihat dari nomor register perkara yang ada di pengadilan, untuk perkara pidana biasa kode penomorannya adalah Pid.B (pid adalah pidana B adalah biasa) jika Pid. S berarti perkara tersebut adalah pidana singkat. Dengan demikian bukan karena pengadilannya yang lain/berbeda lalu menyebabkan perkara yang diselesaikannya lama atau tidak, akan tetapi semata-mata karena jenis perkaranya saja yang akan diselesaikan dengan acara pemeriksaan apa (biasa, singkat atau cepat).

Selanjutnya untuk hakim yang sekiranya lupa mengucapkan sidang dibuka dan dinyatakan terbuka atau tertutup untuk umum, hal tersebut dapat mengakibatkan batalnya putusan demi hukum (pasal 153 ayat (4) KUHAP).

Demikian jawaban dari kami, jika anda belum jelas maka dapat langsung bertanya kepada kami pada Sekretariat Konsultasi Hukum dan Narkoba DPC IKADIN Yogya Jl Puntodewo 10 Wirobrajan Yogyakarta 55252. q - b

sumber; www.kr.co.id

Putusan Bebas dan Lepas

Sunday, 04 February 2007, Hukum dan Kriminal - Konsultasi
KONSULTASI HUKUM dan NARKOBA : Putusan Bebas dan Lepas

Yth, pengasuh konsultasi hukum dan narkoba DPC Ikadin Yogya pada SKH Kedaulatan Rakyat, saya ingin menanyakan tentang masalah yang dihadapi oleh tetangga saya. Saat itu tetangga saya (sebut saja R) dituduh melakukan tindakan pidana penganiayaan hingga meninggal. Sebenarnya orang yang menjadi korban (sebut saja K) adalah orang yang suka membuat keonaran di kampung. Saat kejadian yang menyebabkan R melakukan pemukulan terhadap K, diawali semata-mata karena K telah menempelkan pisau di pipi dan lehernya secara tiba-tiba tanpa diketahui penyebabnya. Namun kata orang yang mengetahui kejadiannya, K mengatakan kepada R agar menyerahkan uang kepadanya. Akhirnya terjadilah perkelahian antar keduanya dan K meninggal. Akhirnya R disidang di pengadilan. Yang saya ingin tanyakan saat perkara itu diputus oleh hakim, ternyata R diputus lepas dari tuntutan hukum. Apakah putusan lepas dari tuntutan hukum itu sama dengan putusan yang membebaskan orang didakwa melakukan tindak kejahatan? Zn di Banjarnegara.

Yth sdr Zn, terima kasih atas perhatian anda pada rubrik yang kita cintai ini. Menjawab pertanyaan anda, ada perbedaan antara putusan yang mengandung pembebasan dengan putusan yang mengandung pelepasan dari tuntutan hukum. Sebagaimana terdapat dalam pasal 191 (1) KUHAP ‘jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa harus diputus bebas’. Sedangkan terhadap ketidakadanya bukti tersebut adalah: a) ketiadaan bukti yang oleh UU ditetapkan sebagai minimalnya, yaitu adanya pengakuan terdakwa saja, tidak dikuatkan oleh alat-alat bukti lain; b) telah dipenuhinya minimal pembuktian sebagaimana yang ditetapkan UU, misalnya ada 2 orang saksi, tapi hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa; c) apabila salah satu unsur atau lebih dari pertanggungjawaban pidana yaitu perbuatan pidana yang bersifat melawan hukum, mampu bertanggung jawab, sengaja atau alpa dan tidak ada alasan pemaaf ternyata tidak terbukti. Penyebutan dua alat bukti sebagaimana yang tercantum dalam KUHAP merupakan limitatif suatu pembuktian minimum yang ditetapkan UU, hakim tidak diperbolehkan menyimpang dari hal tersebut dalam menjatuhkan putusannya. Pengakuan salah dari terdakwa saja belum cukup menjamin bahwa terdakwa benar-benar bersalah melakukan tindak pidana. Sedangkan lepas dari tuntutan hukum tersebut dalam pasal 191 (2) KUHP yang menyatakan ‘jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan terdakwa yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum’. Adapun yang dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan yang didakwakan tidak merupakan tindakan pidana adalah -) bila perbuatan yang didakwakan tidak mengandung segala unsur yang dikehendaki oleh UU misalnya tidak menyebut unsur sengaja: -) bila perbuatan tersebut kehilangan sifat melawan hukumnya misalnya adanya pembelaan terpaksa; -) adanya hal-hal yang merupakan kekuasaan relatif yang tak dapat diatasi; -) keadaan badan/jasmani rohani yang tidak memungkinkan tanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan. Membaca cerita yang anda sampaikan, maka kemungkinan R lepas dari tuntutan karena telah melakukan pembelaan terpaksa dalam kasus tersebut. Karena R terancam jiwanya karena diserang atau diancam oleh K. q-m.

sumber; www.kr.co.id

Memiliki Tanah Negara

Sunday, 03 June 2007, Hukum dan Kriminal
KONSULTASI HUKUM dan NORKOBA; Memiliki Tanah Negara

Yth, pengasuh rubrik yang selalu ditunggu dan dinantikan oleh masyarakat hukum dan pencari keadilan, sebelumnya saya mohon maaf mengganggu kesibukan pengasuh karena dalam kesempatan ini saya ingin dibantu pengasuh, berkaitan dengan adanya suatu masalah hukum, yaitu tentang tanah yang selama ini pengelolaannya/dikerjakan oleh ayah saya dan hal tersebut sudah berlangsung cukup lama lebih dari 21 tahun. Selama itu memang seolah-olah tanah tersebut milik ayah saya, namun sebenarnya tanah tersebut adalah milik negara. Yang menjadi pertanyaan kami adalah, mengingat selama ini tanah tersebut memang dikuasai, dikelola dan dikerjakan oleh ayah, bahkan sebenarnya di atas tanah tersebut juga telah didirikan bangunan rumah semipermanen oleh ayah sejak 15 tahun lalu, maka bisakah ayah mengajukan permohonan agar tanah tersebut nantinya menjadi milik ayah baik secara formil/surat tanah yang ada maupun materiil/penguasaan riil? Demikian pertanyaan saya, mohon bantuannya, atas jawaban pengasuh saya ucapkan terima kasih. WK di Magelang.

Yth, Sdr WK, kami sangat berterima kasih atas perhatian dan partisipasi anda dalam rubrik ini, semoga anda tetap dan selalu perhatian terhadap rubrik ini. Selanjutnya menjawab pertanyaan anda, dengan modal awal ayah anda yang selama ini, bahkan sudah lebih dari 21 tahun menguasai, mengelola bahkan juga selama ini tinggal di tanah negera tersebut, ditambah selama ini pula terhadap pajak bumi bangunan (PBB) juga telah dipenuhi dengan baik oleh ayah serta memang PBB tersebut beratas nama beliau (ayah), maka kondisi tersebut dapat dijadikan sebagai modal ayah untuk mengajukan kepada Kantor Pertanahan setempat, untuk mendapat hak kepemilikan atas tanah tersebut. Perlu juga diketahui dan diperhatikan tentang aturan yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No 36 tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Telantar, yang mana penggunaan tanah negara untuk rumah tinggal yang luasnya 600 m2 atau kurang dapat diberikan hak miliknya. Berkaitan dengan pengajuan permohonan ayah anda tersebut, maka di Kantor Pertanahan menyediakan formulir untuk permohonan tersebut. Permohonan tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang nantinya tentu diperlukan pembuktian atas penggunaan dan penguasaan tanah (secara fisik, misalnya) selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut, yang mana penguasaan tersebut tentu saja didasari dengan iktikad baik, pembayaran dan kartu PBB atas nama ayah anda. Anda diharapkan juga menyiapkan saksi-saksi yang nantinya dapat mendukung permohonan anda. Saksi-saksi itu yang mengetahui tentang penguasaan tanah tersebut oleh ayah anda.

Demikian jawaban kami, apabila anda kurang jelas, anda dapat langsung bertanya kepada kami di Sekretariat Konsultasi Hukum dan Narkoba Ikadin DPC Yogya Jl Puntodewo No 10 Wirobrajan Yogya 55252. q - m.

sumber; www.kr.co.id

DIMADU ATAU CERAI

17/07/2003 18:16

Pengadilan Agama Jakarta Timur, pada awal bulan juli 2003

mengabulkan permohonan cerai yang di ajukan oleh seorang dokter, untuk

menceraikan istrinya karena istrinya menolak untuk di madu, setelah perkawinan

mereka berumur 17 tahun.

Kasus ini

berawal saat sang istri mendapat informasi kalau suaminya, telah menjalin

hubungan dengan karyawannya. Singkat cerita, sang istri melakukan penyelidikan

dan akhirnya bisa membuktikan kalau benar suaminya menjalin hubungan dengan

karyawannya tersebut.

Setelah

mencari tahu kediaman WIL tersebut, sang istri kemudian mendatanginya dan

menanyakan perihal tersebut ke WIL dan orang tuannya. Mereka membenarkan kalau

pak dokter memang telah menjalin hubungan dengan WIL tersebut. Kemudian hal ini disampaikan kepada sang suami oleh si istri, si suami

mengaku dan akhirnya mengacukan tawaran-“ KAMU PILIH MANA, DIMADU ATAU DICERAI?”,

Sang istri dengan sedih dan berat hati memilih CERAI dari pada dimadu

sekalipun ia masih mencintai suaminya, bapak dari ketiga putra-putrinya yang

tengah remaja.

Selama proses

perceraian yang berlangsung selama kurang lebih 3 bulan, si dokter dan suami

tetap tinggal serumah, tanpa komunikasi tanpa tegur sapa. Bisa dibayangkan

kehidupan macam apa yang di lakoni kedua insan tersebut. Keriangan di rumah

selama 17 tahun sirna tanpa bekas. Anak jadi bimbang

dan bingung menghadapi keriangan yang berubah menjadi kegamangan, kita

hanya berharap semoga psikologi mereka tidak terganggu akibat ulah orangtua

mereka, akibat ulah bapak mereka.

Proses

persidangan menjadi agak lama, karena adanya pertentangan dalam pembagian harta

gono-gini, harta yang didapatkan selama masa perkawinan yang mereka jalani

selama 17 tahun.

Selama proses

persidangan di pengadilan, si istri tetap memperlihatkan ketabahannya, meskipun

sesekali ia tidak dapat menahan rasa sedih, rasa yang tak mungkin disembunyikan

seorang ibu dari tiga anak. Ia harus kuat berjuang

untuk mendapatkan haknya sebagai istri. Ia harus kuat, karena anak-anaknya

sepenuhnya bergantung ke dia, para anak begitu dekat dengan sang ibu. Para anak

yang telah mulai mengerti persoalan yang di hadapi orang tuanya, memberi support

kepada sang ibu. Hal ini yang membuat sang ibu harus berjuang untuk mendapatkan

haknya dari harta gono-gini. Bukan untuk kepentingan dirinya semata tapi demi

anak-anaknya yang kelak akan ada dalam pengasuhannya.



Setelah melalui proses persidangan yang melelahkan, dimana

si suami menghadirkan satu orang saksi dan sang istri menghadirkan dua orang

saksi dipersidangan untuk menguatkan bukti masing-masing pihak di muka sidang,

majelis kemudian mengeluarkan putusannya.


Majelis hakim dalam putusannya, selain memutuskan mengabulkan permohonan cerai

yang di ajukan sang suami yang juga oleh si istri

telah menyatakan bersedia untuk dicerai, ketiga anak di serahkan

pengasuhannya kepada istri tanpa mengurangi hak suami sebagai ayah dari sang

anak, serta membagi harta secara rata, kecuali 2 buah rumah yang menjadi milik

si suami.

Menjadi beban

bagi sang istri -karena rumah yang mereka huni selama ini harus ia tinggalkan

karena suaminya berkeras agar istrinya segera meninggalkan rumah- kemana ia

harus tinggal untuk merawat dan menyekolahkan anak-anaknya.

Dibalik

kesedihan sang istri, ia tetap berujar “suatu saat jika suamiKU ingin

kembali padaku, saya akan menerimanya” tapi, dengan catatan bahwa suaminya

sudah dalam keadaan tidak mampu lagi secara kesehatan dan terkhusus untuk

biologis. Si istri bersedia merawat suaminya. SUNGGUH MULIA! (I N )

sumber; http://www.solusihukum.com/kasus2.php?id=10


Menyelesaikan Perdata Secara Singkat

Oleh WIRAWAN, S.H., Sp.N (LBH Bandung)

SUDAH menjadi rahasia umum, menyelesaikan sengketa perdata di pengadilan sangat menyita waktu, tenaga dan biaya. Akumulasi kekecewaan antara lain menghasilkan berbagai sindiran, seperti "lapor kambing, hilang sapi" untuk menggambarkan bagaimana besarnya pengorbanan yang harus dikeluarkan pihak yang berperkara tersebut.

Akan tetapi, bagaimana jika ternyata kita terpaksa harus menggugat, menjadi tergugat atau menjadi turut tergugat dalam perkara perdata? Apakah kita dapat berusaha untuk menghindar dari proses pemeriksaan di pengadilan yang sangat menyita waktu, tenaga dan biaya tersebut?

Jawabannya, dapat. Salah satu peluangnya terdapat dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 2 Tahun 2003 yang mewajibkan ditempuhnya proses mediasi sebelum pemeriksaan pokok perkara perdata. Dengan kata lain, jika kita menjadi pihak yang berperkara (penggugat, tergugat maupun turut tergugat), maka kita dapat mengoptimalkan penyelesaian perkara melalui mediasi yang merupakan suatu metode alternatif penyelesaian sengketa atau disingkat dengan istilah MAPS, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Alternative Dispute Resolution atau disingkat dengan istilah ADR.

Di negara maju (dan sudah dimulai oleh beberapa perusahaan besar di Indonesia), penyelesaian sengketa melalui MAPS atau ADR bahkan menjadi klausul (pasal) yang selalu dicantumkan dalam kontrak atau perjanjian, sehingga jika ternyata muncul perselisihan di kemudian hari, maka para pihak akan menyelesaikannya melalui lembaga MAPS atau ADR tersebut (tidak melalui pengadilan). Dari hal ini dapat kita cermati bahwa MAPS atau ADR telah menjadi strategi preventif untuk mencegah "terjebaknya" para pihak dalam proses "gugat menggugat" di lembaga peradilan.

Lembaga apa saja yang masuk sebagai MAPS atau ADR ?

Pada dasarnya seluruh mekanisme penyelesaian perkara perdata yang diselesaikan dengan tidak menggunakan prosedur beracara di pengadilan dapat dikategorikan dalam MAPS atau ADR. Pada saat ini, mekanisme tersebut sering kita dengar dengan istilah :

- Negosiasi (penyelesaian melalui perundingan secara bipartit / dua pihak),

- Mediasi / Konsiliasi (negosiasi dengan dibantu oleh mediator / konsiliator) dan

- Arbitrase ( penyelesaian melalui pemeriksaan dan putusan oleh Arbiter ).

Di Indonesia MAPS atau ADR ini bahkan telah telah dilembagakan secara permanen, antara lain BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) yang dibentuk berdasarkan UU No.30 Tahun 1999, serta BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) yang dibentuk berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999.

Apakah MAPS dan ADR adalah konsep negara asing ?

Sebenarnya MAPS atau ADR bukanlah murni konsep negara asing atau negara maju. Mengapa? Karena pada masyarakat adat di Indonesia, sejak dahulu telah dikenal penyelesaian sengketa alternatif, yaitu dengan menggunakan mekanisme penyelesaian secara adat. Dalam proses penyelesaian yang biasanya dipimpin oleh para tokoh atau pemuka adat, pihak-pihak yang bersengketa akan dipertemukan untuk menyelesaikan sengketa berdasarkan hukum adat masyarakat setempat.

Dalam masyarakat perkotaan di Indonesia, penyelesaian sengketa alternatif tidak lagi menggunakan mekanisme lembaga adat, tetapi menggunakan mediator yang menjadi "penengah" pihak-pihak yang bersengketa. Yang berperan sebagai mediator biasanya adalah pimpinan masyarakat setempat, seperti Ketua RT atau Ketua RW atau bahkan tokoh agama.

Mengapa MAPS dan ADR dinilai prospektif ?

Jawabannya bermacam-macam. Akan tetapi secara sederhana, jika dibandingkan dengan proses pemeriksaan di pengadilan, maka ada beberapa kelebihan yang akan kita dapatkan jika kita menyelesaikan perkara melalui MAPS dan ADR, yaitu :

1. Proses penyelesaian relatif lebih sederhana dan singkat.

Proses penyelesaian dalam MAPS dan ADR dapat dibuat sesederhana mungkin oleh para pihak. Sebagai contoh, dalam menyusun suatu kontrak, para pihak dapat mencantumkan klausul penyelesaian perselisihan dalam dua tahap, yaitu negosiasi dan arbitrase. Dengan kata lain, jika terjadi perselisihan maka para pihak akan menyelesaikannya dengan terlebih dahulu melakukan negosiasi dan jika tidak berhasil maka sengketa akan diserahkan kepada Arbitrase. (Perlu diketahui bahwa putusan arbitrase adalah putusan yang final dan mengikat kedua belah pihak).

Sebaliknya, jika kita menyelesaikan sengketa melalui pengadilan, maka para pihak wajib mengikuti seluruh proses yang telah diatur dalam hukum acara perdata yang mengatur tata cara pemeriksaaan perkara. Tahap pemeriksaan di pengadilan negeri (pengadilan tingkat pertama) berdasarkan hukum acara perdata dimulai dengan pembacaan gugatan, jawaban dan eksepsi, putusan sela, replik, duplik, pemeriksaan alat bukti (bukti surat dan saksi), konklusi atau kesimpulan dan akhirnya putusan majelis hakim. Dalam praktik, dari satu acara pemeriksaan ke acara pemeriksaan selanjutnya akan memakan waktu 1 (satu) minggu. Sehingga jika diestimasi, suatu perkara perdata yang diperiksa oleh pengadilan paling singkat akan memakan waktu 6 (enam) bulan.

Mengapa proses penyelesaian di pengadilan bisa sangat lama ?

Penyebabnya beragam, mulai dari adanya hak para pihak untuk tidak hadir jika berhalangan (dan sering dimanfaatkan untuk mengulur waktu) sampai terbatasnya ruang sidang dan jumlah hakim yang memeriksa perkara (bila dibandingkan dengan berjubelnya kasus yang harus diperiksa pengadilan). Perlu diketahui, hakim yang memeriksa perkara perdata, juga bertugas untuk memeriksa dan memutus perkara pidana. Karenanya tidak mengherankan jika tumpukan perkara (perdata dan pidana) membuat proses pemeriksaan perkara di pengadilan sering terkesan sangat lamban dan birokratis.

Selain harus mengikuti proses di pengadilan negeri, jika salah satu pihak tidak puas, maka yang bersangkutan dapat mengajukan banding ke pengadilan tinggi bahkan kasasi ke Mahkamah Agung. Tidak mengherankan jika dalam praktik sering ditemukan suatu kasus yang telah sampai ke Mahkamah Agung, ternyata tidak kunjung selesai setelah berjalan selama 5 (lima) tahun lebih, karena di Mahkamah Agung sendiri telah bertumpuk ribuan berkas perkara yang belum diperiksa.

2. Tingkat kerahasiaan para pihak yang berperkara lebih terjaga.

Berbeda dengan proses pemeriksaan di pengadilan yang berpotensi terpublikasi secara luas (karena menurut undang-undang harus terbuka untuk umum), maka proses pemeriksaan perkara dalam MAPS dan ADR dapat dilakukan secara tertutup. Hal ini diharapkan dapat meminimalisir potensi terpublikasinya sengketa yang mengakibatkan berkurangnya kredibilitas atau rusaknya nama baik para pihak.

3. Hubungan baik para pihak yang bersengketa tetap dapat dijaga.

Di dalam pemeriksaan di pengadilan, suasana yang terbangun antara penggugat dan tergugat cenderung konfrontatif, di mana para pihak akan berusaha semaksimal mungkin untuk saling menjatuhkan dengan membuktikan kesalahan pihak lawan di depan majelis hakim. Di dalam MAPS atau ADR suasana yang terbangun tidaklah demikian. Kedua belah pihak akan termotivasi untuk mencari solusi yang terbaik tanpa harus saling menjatuhkan dengan membuktikan kesalahan pihak lawan (hal ini sering ditemukan dalam proses negosiasi dan mediasi, yang mengutamakan prinsip win-win solution).

Akan tetapi perlu dicatat, bahwa syarat mutlak dari MAPS atau ADR adalah adanya itikad baik dan kejujuran dari kedua belah pihak yang bersengketa. Dengan kata lain, disamping adanya kesadaran terhadap kelebihan sebagaimana tersebut diatas, faktor penghormatan para pihak terhadap proses pemeriksaan dan kepatuhan para pihak untuk melaksanakan putusan lembaga ini merupakan faktor utama efektifnya MAPS atau ADR.

Mudah-mudahan MAPS atau ADR semakin tersosialisasi dengan baik dan semakin diterima sebagai alternatif penyelesaian sengketa. Semoga bermanfaat

Sunday 1 July 2007

KUHP, Santet, Zina

oleh: J.E. Sahetapy

The important thing is not thinking correctly, but acting rightly.

- David K. Clark & Norman L. Geisler -


Akhir-akhir ini, media massa menyiarkan berita bertalian dengan esensi judul

tersebut di atas yang dilansir oleh pejabat dari Kuningan. Tanggapan dari dan

melalui media massa dari pelbagai pakar hukum, politisi dan kaum awam

macam-macam. Maklumlah, berita dari Kuningan itu tidak jelas motivasinya,

kecuali mungkin bertalian dengan mencari popularitas murah menjelang Pemilu

2004. Sebab bagaimanapun DPR-RI terlalu 'sibuk' dengan pelbagai perundangan dan

waktu serta suasana menjelang Pemilu 2004 tidak memungkinkan untuk dibahas RUU

KUHP. Lagi pula kalau akan dibahas, jelas membutuhkan waktu yang panjang atau

lama; mungkin setelah Pemilu 2004.


Tulisan ini dimaksud untuk meluruskan berita dari Kuningan dan hendak

mengklarifikasi berita yang tidak jelas ujung pangkal, apalagi pejabat dari

Kuningan menyangkutpautkan nama saya, padahal, kata orang Belanda, "hij

heeft geen kaas der van gegeten". Dengan perkataan lain, pejabat itu, untuk

meminjam ungkapan anak muda sekarang yaitu 'asbun'. Mengapa demikian? Ibarat

pepatah Belanda sekali lagi: "hij heeft wel de klok horen luiden, maar weet

niet waar de klepel hangt". Dengan perkataan lain, ia diberi penjelasan

oleh pembantunya yang ternyata juga 'asbun'.


Beberapa waktu yang lalu, seorang kyai politisi berseloroh sambil bergurau

demikian: "seorang politisi selalu berbohong, asal tidak diketahui".

Selanjutnya ditambahkannya, seorang ilmuwan bisa saja salah, tetapi tidak mau

berbohong. Hal itu berlaku secara 'mutatis mutandis' juga untuk tulisan ini. Di

kandang serigala di Senayan saya tidak pernah mau meninggalkan pola pikir

kampus. Fakta berbicara untuk dirinya sendiri dalam konteks tersebut di atas.

Bahkan seorang dosen yang kini berkiprah di dunia politik berbisik bahwa seorang

pejabat oleh para mahasiswanya diejek, karena pejabat tersebut berpretensi pakar

spesialis. Spesialisasinya apa, kendati ia berpretensi tujuh mata kuliah

diajarinya. Pusing juga tujuh keliling mendengar obrolannya. Sebetulnya ia patut

diberi kualifikasi 'spesialimum' kata para mahasiswa dari dosen politisi tadi.

Apa artinya itu? Ia sebetulnya, kata dosen politisi tadi, bukan spesialis,

tetapi cuma 'pakar umum'.


Ketika para pejabat di Kuningan belum berkuasa, para pakar dan saya sudah lama

sekali terlibat dalam penyiapan penyusunan kembali RUU KUHP. Terakhir kali saya

dilibatkan 10 (sepuluh) -- ulangi 10 (sepuluh) -- tahun yang lampau, ketika

konsep RUU - KUHP diserahkan kepada Menteri Ismail Saleh. Sejak itu, baik di

waktu Menteri Muladi dan Menteri-menteri di kemudian hari, saya sama sekali

tidak disangkutpautkan lagi. Jadi dari mana 'insinuasi' bahwa saya yang menyusun

RUU - KUHP. Lagi pula ada tim penyusun dan bukan satu orang seperti yang sengaja

'difitnah'. Lagi pula saya bukan ketua timnya.


Ketika almarhum Prof. Sudarto jadi ketua Tim RUU KUHP, saya dapat tugas ke

Belanda untuk mengkaji usul saya agar RUU KUHP cukup terdiri dari 2 (dua) buku

saja, yaitu yang umum Buku I, dan Buku II yang hanya memuat kejahatan. Buku III

yang memuat pelanggaran digabung beberapa pasal yang relevan ke dalam Buku II.


Di Belanda saya disambut agak sinis. Mengapa harus dibikin cuma 2 (dua) buku!

Dengan santai saya jawab: "mengapa Code Penal dari Perancis yang 4 (empat)

buku dijadikan cuma 3 (tiga) buku oleh Belanda". Kemudian saya beri

penjelasan panjang lebar dari segi kriminologi, viktimologi dan tentu dari segi

keilmuan dan secara yuridis.


Akhirnya Prof. Schaffmeister dan Prof. Keyzer yang diperbantukan oleh Badan

Kerjasama Indonesia - Belanda pada waktu itu setuju, demikian pula usul saya

agar tidak lagi dibedakan antara 'doodslag' (Pasal 338) dan 'moord' (Pasal 340)

juga dapat difahami. Tetapi mitra kerja di Indonesia dengan susah payah dapat

diyakinkan.


Sebagai promotor dari Lokollo yang menulis tentang pidana denda, oleh Prof.

Mardjono Reksodiputro pada waktu itu diusul agar dipertimbangkan gagasan W.v.S.

Nederland untuk diikuti. Juga sekaligus gagasan pidana minimum agar bisa

diterapkan.


Perdebatan seru terjadi ketika membahas gagasan 'santet'. Kebetulan pada waktu

itu terjadi banyak pembunuhan bertalian dengan santet di Jawa Timur. Saya

termasuk orang yang menentang gagasan santet sebagai suatu delik. Selain berupa

kemunduran berpikir ke abad pertengahan di Eropa dan sulit pembuktian tetapi

gagasan santet dari Prof. Barda Nawawi yang didukung Prof. Muladi, akhirnya

dimasukkan juga dalam bentuk delik formal. Saya masih ingat betul agar

dicantumkan 'pro memorie' bertalian dengan sikap penolakan saya bertalian dengan

santet. Lagi pula kalau santet itu ampuh, mengapa para koruptor tidak disantet

saja.


Saya agak heran dan bertanya-tanya apa sesungguhnya maksud dari Menteri Yusril

dalam majalah Forum dengan mengatakan: "lo, yang menyusun KUHP Prof. Dr.

J.E. Sahetapy, yang beragama Kristen ... Dan sekali lagi, yang menyusun KUHP ini

adalah Prof. Dr. J.E. Sahetapy yang orang Kristen. Dia orang Kristen, bukan

orang Islam. Kenapa dia susun seperti itu, saya pikir, Sahetapy benar."

(Forum Keadilan, No.25, 26 Oktober 2003).


Betapa dangkal sikap dan pemikiran Menteri Yusril. Saya orang Indonesia dan

bukan orang Kristen. Agama yang saya imani memang Kristiani. Tetapi apa

relevansinya. Sebagai Guru Besar yang profesional pada waktu itu dan hingga

sekarang, sikap dan pemikiran saya adalah yuridis profesional yang didukung oleh

pola pikir kriminologis dan viktimologis. Tidak ada sangkut paut dengan agama

dan keyakinan iman saya. BASTA!


Saya sama sekali tidak habis pikir bahwa orang dengan gelar Profesor yang

notabene menteri, memiliki pola pikir yang rancu. Jangan-jangan dengan merujuk

pada seloroh kiyai politisi itu Menteri Yusril adalah 'Dr. Jekyll and Mr. Hyde'.

Bahkan sampai sekarang di kandang serigala, saya tetap berpikir profesional

dalam menghadapi pejabat yang 'spesialimum'.


Saya berpikir, apakah dalam alam globalisasi dan modern ini, apakah masih ada

'raison d'etre' untuk 'santet'. Kalau memang santet ampuh, kenapa para elit

politik dan para pejabat yang korup tidak disantet saja, daripada susah-susah

dengan membentuk TPTPK. Secara kriminologis dan viktimologis, percaya pada

santet adalah 'absurd'. Demikian pula dengan zina secara 'mutatis mutandis'.

Kalau zina dijadikan delik, saya kuatir banyak orang, termasuk para pejabat akan

dijerat dan penjara dari Sabang sampai Merauke tidak cukup untuk menampung

mereka semua. Secara kriminologis masih harus dikaji apakah zina inklusif

'adultery', 'fornication' dan atau 'prostitution'. Dari segi iman Kristiani,

jangankan berzina, melihat perempuan dan terangsang hawa nafsu, itupun berzina.

Padahal, orang tidak bisa dihukum hanya karena berpikir jahat. Untuk itu masih

perlu 'actus reus'. Bukankah adagium hukum pidana secara jelas menyatakan:

"actus non facit reum, nisi mens sit rea" alias "an act does not

make a person guilty, unless his mind is guilty". Doktrin ini kini

dikalahkan oleh dapat dipidananya korporasi.


Sejak Ismail Saleh, kemudian Muladi, Lopa dan Yusril, saya tidak pernah

dilibatkan lagi dalam RUU KUHP. Jika saya masih dipakai dan terpilih lagi

sebagai anggota DPR 2004, hendaknya agama siapapun jangan disangkutpautkan.

Kalau mengkaji RUU KUHP, yang perlu dicermati adalah 'scale of social values'

dalam arti luas. Perdebatan dengan rujukan religiositas boleh-boleh saja, tetapi

bukan secara substantif, sebab negara RI bukan negara agama.

Sumber komisihukum.go.id

dikutip dari; http://www.solusihukum.com/artikel.php?id=27