Thursday, 14 June 2007

P U T U S A N

P U T U S A N
Perkara Nomor: 004/PUU-III/2005
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan putusan dalam perkara permohonan Pengujian Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman Bab VI Pasal 36 ayat (1), (2), dan (3) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (yang selanjutnya disebut UUD 1945), yang diajukan oleh:
MELUR LUBIS, S.H. Pekerjaan Advokat, beralamat di Jl. Sidodame Komplek Pemda No.37 Medan untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon;
Telah mendengar keterangan Pemohon;
Telah memeriksa bukti-bukti;
DUDUK PERKARA
Menimbang, bahwa pemohon dengan surat permohonannya bertanggal 8 Januari 2005 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (yang selanjutnya disebut Mahkamah tanggal 20 Januari 2005 dan deregistrasi dengan 1
2
No.004/PUU-III/2005 yang kemudian diperbaiki pada tanggal 23 Februari 2005 telah mengajukan hal-hal sebagai berikut:
1. Tentang Legal standing
- Bahwa Pemohon adalah warga Negara Indonesia asli, perorangan yang melakukan pekerjaan advokat dengan demikian mempunyai hak/kewenangan konstitusional sebagaimana Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum;
2. Tentang Dalil / Alasan Permohonan
- Bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004. Tentang Kekuasaan Kehakiman telah menimbulkan kerugian terhadap hak/kewenangan konstitusional pemohon sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28D ayat (1), berdasarkan materi yang tertera dalam Bab Vl. Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pasal 36, yaitu:
Ayat (1) Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh Jaksa.
Ayat (2) Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Ketua Pengadilan
Ayat (3) Pelaksanaan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh Panitera dan Juru sita dipimpin oleh Ketua Pengadilan.
Penjelasan : yang dimaksud dengan “DIPIMPIN" dalam ketentuan ini mencakup pengawasannya dan tangung jawab sejak diterima permohonan sampai dengan selesainya pelaksanaan putusan.
Bahwa berdasarkan pelaksanaan putusan pengadilan ini dibuat daftar pelaksana, pimpinan dan pengawas sebagai berikut:
No
Jabatan Tugas
Perkara Pidana
Perkara Perdata
1.
Pelaksana
Jaksa {ayat (1)}
Panitera dan Juru sita
2.
Pimpinan
Jaksa Agung (jelas)
Ketua Pengadilan
3.
Pengawas
Ketua Pengadilan Ybs {ayat (2)}
Ketua Pengadilan
3
- Berdasarkan daftar ini maka jabatan Ketua Pengadilan sudah setingkat dengan Jaksa Agung dalam melaksanakan putusan pengadilan.
Dalam pelaksanaan putusan perkara perdata Ketua Pengadilan mempunyai jabatan rangkap yaitu pimpinan dan pengawas yang menimbulkan Kekuasaan Absolut. Bahwa kekuasaan absolut ini menyebabkan timbulnya perbuatan yang sewenang wenang dengan berbuat melebihi kekuasaannya, seperti yang terjadi dalam pelaksanaan putusan perkara perdata No. 4080 K/PDT/1998 juncto No. 385/PDT/1997/PT Mdn juncto No. 16/Pdt.G/1997/PN PsP. (bukti No. 1, 2, 3)
- Bahwa kekuasaan Ketua Pengadilan yang absolut ini telah dipergunakan secara sewenang-wenang terhadap diri pribadi pemohon berdasarkan bukti No. 15, 17, 18, 23 dan No. 26, sehingga hak kewenangan konstitusional pemohon telah dirugikan berdasarkan bukti No. 15, 16, 20, 21, 22, 24, 25, 29, 30, 32, 34, 37, 41, 44, dan No. 45;
- Bahwa adalah sangat jelas bahwa kekuasaan absolut bertentangan dengan pembukaan UUD 1945 yang dikutip sebagai berikut:
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Bahwa terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (bukti No. 2 dan No. 3) dan telah membayar biaya eksekusi (bukti No. 11
4
dan No. 19) maka tidak dibenarkan adanya penilaian oleh pengadilan, jadi wajib dilaksanakan secara bertanggung jawab sampai selesai. Bahwa penilaian yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri berdasarkan bukti No. 23 dan No. 26, dan Ketua Pengadilan Tinggi Bukti No. 31 dan No. 43 telah menggambarkan tentang tidak adanya.Kepastian Hukum Yang Adil.
- Bahwa Mahkamah Agung yang telah meneliti dan mempelajari secara seksama berdasarkan Bukti No. 38, 39 hanya berwenang sebatas bukti itu, sehingga pemohon menginginkan pengujian materi dari Pasal 11 ayat (4), yang berbunyi:
Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi dalam lingkungan peradilan yang berada dibawahnya berdasarkan Undang-undang.
- Bahwa oleh karena Undang-undang No. 4 Tahun 2004 Pasal 36 ayat (3) dan penjelasannya tentang Kekuasaan Kehakiman telah menetapkan bahwa: Ketua Pengadilan telah memiliki kekuasaan absolut dalam pelaksanaan putusan perkara perdata yang mencakup pengawasan dan tanggung jawab sejak diterima permohonan sampai dengan selesainya pelaksanaan putusan, maka Mahkamah Agung tidak berwenang untuk mengawasinya (sesuai azas hukum yaitu hal-hal khusus menyampingkan hal-hal yang umum).
- Bahwa dalil ini diperkuat pula dengan putusan perkara pidana ayat (2) dilakukan oleh Jaksa dan Mahkamah Agung tidak berwenang untuk mengawasinya.
3. Tentang Pelaksanaan Putusan Perkara Perdata No.4080 K/Pdt/1998 juncto No.385/Pdt/1997/PT Mdn juncto No.16/Pdt.G/1997/PN PsP.
- Bahwa sesuai ketentuan Pasal 36 ayat (4), Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 yang berbunyi:
(4) Putusan Pengadilan dilaksanakan dengan memperhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan.
Bahwa berdasarkan bunyi putusan ini maka perlu diuji apakah pelaksanaan putusan dimaksud diatas telah memperhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan, berdasarkan bukti-bukti yang antara lain sebagai berikut:
- Bukti No.15, yaitu surat permohonan eksekusi ke 3 dari pemohon yang
5
mendasarkannya pada bukti No. 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13 dan 14
Bahwa pemohon dengan ini menyampaikan kiranya seluruh Hakim Konstitusi berkenan untuk memberikan jawaban atas permohonan dimaksud, jika seandainya menduduki posisi Ketua Pengadilan Negeri Padang Sidempuan.
- Bahwa Ketua Pengadilan Negeri Padang Sidempuan tidak berkenan untuk menjawabnya secara benar dan mencari-cari alasan untuk melindungi kepentingan Termohon Eksekusi/Asal Tergugat III, IV, V, VI, dan oleh karenanya Pemohon menyampaikan bukti No. 16, yang selanjutnya Ketua Pengadilan Tinggi di Medan menerbitkan bukti No. 27 dan No. 28. bahwa dengan demikian pelaksanaan putusan perdata No.4080 K/PDT/1998 juncto No.385/PDT/1997/PT Mdn juncto No.16/Pdt.G/1997/PN PsP tidak memperhatikan nilai Kemanusiaan dan Keadilan.
- Bahwa sampai dengan saat sidang Mahkmah Konstitusi ini digelar, putusan perkara perdata dimaksud belum selesai dilaksanakan dan penyebabnya yang pasti adalah Ketua Pengadilan memiliki kekusaan yang absolut dan tidak dapat digugat. Bahwa dengan demikian disimpulkan bahwa pelaksanaan putusan perkara perdata No.4080 K/PDT/1998 juncto No.385/PDT/1997/PT Mdn juncto No.16/Pdt.G/1997/PN PsP Tidak Memperhatikan Nilai Kemanusian (Sila Ke 2 dari Pancasila) dan Keadilan (Sila Ke 5 dari Pancasila).
Berdasarkan uraian-uraian yang dikemukakan di atas dimohon kiranya Majelis Hakim Konstitusi berkenan menetapkan putusan:
− Menyatakan bahwa permohonan dari pemohon adalah beralasan dan untuk itu permohonan dikabulkan.
− Menyatakan materi Bab VI. Pelaksanaan putusan pengadilan Pasal 36 ayat (1) (2) dan (3) bertentangan dengan pembukaan UUD 1945 yaitu dasar negara – Pancasila dan Pasal 28D ayat (1) dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
− Memerintahkan supaya putusan terhadap permohonan ini dimuat dalam Berita Negara dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak putusan diucapkan.
6
Menimbang bahwa untuk menguatkan dalil-dalil permohonannya Pemohon telah mengajukan bukti bukti sebagai berikut:
1. Bukti P-1 : Putusan Pengadilan Negeri Padang Sidempuan No.16/Pdt.G/1997/PN.PSP tanggal 28 Mei 1997
2. Bukti P-2 : Putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara No.835/Pdt.G/1997/PT.MDN tanggal 16 Oktober 1997
3. Bukti P-3 : Putusan Mahkamah Agung R.I No.4080K/Pdt.G/1998 tanggal 23 Maret 2001
4. Bukti P-4 : Surat Kuasa tertanggal 14 April 1998 dari Pendi Hararap. Cs kepada Firman Harahap,SH
5. Bukti P-5 : Surat Permohonan pelaksanaan Putusan yang dibuat oleh H. Muchtar Siregar tanggal - Juni 2002
6. Bukti P-6 : Surat permohonan Pemberitahuan Putusan Kasasi kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 21 Juni 2002;
7. Bukti P-7 : Surat Permohonan Kepada Pengadilan Tinggi Sumatera Utara tanggal 9 Juli 2002;
8. Bukti P-8 : Surat Balasan dari Pengadilan Negeri Padang Sidempuan kepada H.Muchtar Siregar tanggal -- September 2002;
9. Bukti P-9 : Surat tanggapan dari Pengadilan Tinggi Sumatera Utara kepada ketua Pengadilan Negeri Padang Sidempuan tanggal 7 Januari 2003;
10. Bukti P-10 : Surat Permohonan Pelaksanaan Putusan dari H.Muchtar Siregar kepada Ketua Pengadilan Negeri Padang Sidempuan tanggal 14 Oktober 2002;
11. Bukti P-11 : Kwitansi (SKUM) panjar ongkos eksekusi tanggal 31 Oktober 2002;
12. Bukti P-12 : Relas Panggilan untuk diberi ingat tertanggal 6 Nopember 2002 No.16/Pdt.G/1997/PN.Psp;
13. Bukti P-13 : Surat dari Pengadilan Padang Sidempuan kepada Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara tanggal 14 januari 2003 perihal Permohonan;
7
14. Bukti P-14 : Surat Kuasa dari H. Muchtar Siregar kepada Melur Lubis,S.H. sebagai Kuasa;
15. Bukti P-15 : Surat kepada Ketua Pengadilan Negeri Padang Sidempuan tanggal 10 Februari 2003 dari Melur Lubis,S.H. perihal melanjutkan Permohonan;
16. Bukti P-16 : Surat kepada Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara Sumatera Utara tanggal 12 Februari 2003 dari Melur Lubis,S.H. perihal Permohonan Eksekusi;
17. Bukti P-17 : Surat kepada H. Muchtar Siregar dari Pengadilan Negeri Padang Sidempuan tanggal 18 Februari 2003 perihal informasi;
18. Bukti P-18 : Surat kepada Melur Lubis dari Pengadilan Negeri Padang Sidempuan tanggal 18 Februari 2003 perihal permohonan Eksekusi;
19. Bukti P-19 : Kwitansi (SKUM) tanggal 24 Maret 2003;
20. Bukti P-20 : Surat kepada Pengadilan Negeri Padang Sidempuan tanggal 25 Februari 2003 dari Melur Lubis, S.H. perihal Jawaban tertulis;
21. Bukti P-21 : Surat kepada Nuria Br. Simatupang tanggal 14 Maret 2003 dari Melur Lubis, S.H. perihal Somasi;
22. Bukti P-22 : Surat kepada Ketua Pengadilan Negeri Padang Sidempuan tanggal 14 Maret 2003 dari Melur Lubis,S.H. perihal Jawaban tertulis;
23. Bukti P-23 : Surat Ketua Pengadilan Negeri Padang Sidempuan tanggal 21 Maret 2003 kepada Melur Lubis, S.H. perihal Jawaban tertulis;
24. Bukti P-24 : Surat kepada Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara tanggal 24 Maret 2003 dari Melur Lubis,SH perihal laporan resmi;
25. Bukti P-25 : Surat kepada Ketua Pengadilan Negeri Padang Sidempuan tanggal 24 Maret 2003 dari Melur Lubis, S.H. perihal Jawaban tertulis;
8
26. Bukti P-26 : Surat kepada Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara tanggal 07 April 2003 dari Pengadilan Negeri Padang Sidempuan perihal Laporan dan penjelasan serta mohon petunjuk pelaksanaan eksekuti putusan No.16/Pdt.G.1997/PsP juncto No.385/Pdt/1997/PT.Mdn;
27. Bukti P-27 : Surat kepada Ketua Pengadilan Negeri Padang Sidempuan tanggal 08 April 2003 dari Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara perihal permohonan eksekusi;
28. Bukti P-28 : Surat kepada Ketua Pengadilan Negeri Padang Sidempuan tanggal 08 April 2003 dari Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara perihal klarifikasi;
29. Bukti P-29 : Surat kepada Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara tanggal 14 April 2003 dari Melur Lubis, S.H. perihal eksekusi/tindak pidana dalam jabatan;
30. Bukti P30 : Surat kepada Ketua Pengadilan Negeri Padang Sidempuan tanggal 09 April 2003 dari Melur Lubis, S.H. perihal klarifikasi permohonan eksekusi;
31. Bukti P-31 : Surat kepada Ketua Muda Bidang Pengawasan dan Pembinaan Mahkamah Agung R.I tanggal 08 Oktober 2003 dari Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara perihal eksekusi perkara No.16/Pdt.G/1997/PN.PsP atas Putusan No.4080.K.Pdt/1995 Jo.No.385/Pdt/1997/PT.Mdn;
32. Bukti P-32 : Surat kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi tanggal 29 Februari 2004 dari Melur Lubis, S.H. perihal Pengaduan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Syarir Hasibuan,S.H. da;
33. Bukti P-33 : Surat kepada Melur Lubis, S.H tanggal 25 Maret 2004 dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi perihal Pengaduan;
34. Bukti P-34 : Surat kepada Ketua Mahkamah Agung RI tanggal 11 Juni 2004 dari Melur Lubis, S.H. perihal Permohonan;
35. Bukti P-35 : Surat kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi tanggal 4 Juli 2004 dari Melur Lubis, S.H. perihal Permohonan;
9
36. Bukti P-36 : Surat Kepada Melur Lubis, S.H. tanggal 30 Juli 2004 dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi perihal Pengaduan;
37. Bukti P-37 : Surat kepada Ketua Mahkamah Agung RI tanggal Juli 2004 dari Melur Lubis, S.H. perihal Surat Permohonan Terbuka;
38. Bukti P-38 : Surat kepada Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara tanggal 12 Agustus 2004 perihal Belum dilaksanakannya eksekusi Putusan Mahkamah Agung RI No.4080/K/Pdt/1998;
39. Bukti P-39 : Surat kepada Ketua Pengadilan Negeri Padang Sidempuan tanggal 30 Agustus 2004 dari Mahkamah Agung RI perihal Surat Permohonan belum dilaksanakannya eksekusi Putusan Mahkamah Agung R.I No.4080 K/Pdt/1998;
40. Bukti P-40 : Surat kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi tanggal 1 Oktober 2004 dari Melur Lubis, S.H. perihal Surat terbuka tentang tantangan Ketua PT di Medan terhadap Kewenangan KPK;
41. Bukti P-41 : Surat kepada Ketua Mahkamah Agung RI tanggal 01 Oktober 2004 dari Melur Lubis, S.H. perihal Surat terbuka tentang penolakan atas hukuman Administratif oleh Ketua PT di Medan;
42. Bukti-P-42 : Surat kepada Melur Lubis,S.H. tanggal 18 Oktober 2004 dari Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara perihal Surat Terbuka tentang tantangan Ketua PT. di Medan terhadap kewenangan KPK;
43. Bukti-P-43 : Surat kepada Ketua Mahkamah Agung R.I tanggal 21 Oktober 2004 dari Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara perihal belum dilaksankannya eksekusi putusan Mahkamah Agung R.I No.4080 k/Pdt/1998;
44. Bukti-P-44 : Surat kepada Ketua Mahkamah Agung R.I tanggal 22 Oktober 2004 dari Melur Lubis, S.H. perihal Surat Terbuka tentang keberatan Ketua Pengadilan Tinggi di Medan
1 0
terhadap Surat tanggal 1 Oktober 2004 No.16/PSP/052/11/2004 dan No.16/PSP/053/11/1004;
45. Bukti P-45 : Surat kepada Ketua Mahkamah Agung R.I dari Melur Lubis,S.H. perihal Surat Terbuka tentang Surat Ketua PT di Medan No.34821 Wasbin/PT.Mdn/2004;
Menimbang bahwa pada pemeriksaan pendahuluan yang dilaksanakan pada hari: Kamis tanggal 17 Februari 2005 Pemohon hadir sendiri dengan didampini oleh Pendampingnya Drs. Aliyunasri Siregar;
Menimbang bahwa pada pemeriksaan persidangan hari Jumat tanggal 04 Maret 2005 Pemohon datang menghadap, telah didengar keterangannya pada pokoknya menerangkan tetap pada isi permohonan;
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon adalah sebagaimana diuraikan di atas;
Menimbang bahwa sebelum memasuki pokok perkara, Mahkamah terlebih dahulu harus mempertimbangkan hal-hal berikut:
1. Apakah Mahkamah berwenang untuk mengadili dan memutus permohonan pengujian Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman;
2. Apakah Pemohon memiliki hak konstitusional yang dirugikan dengan berlakunya undang-undang dimaksud;
Terhadap kedua hal tersebut, Mahkamah berpendapat sebagai berikut:
1 1
1. KEWENANGAN MAHKAMAH
Menimbang bahwa Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyatakan, Mahkamah Konstitusi berwenang antara lain untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang undang dasar; hal tersebut ditegaskan kembali dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Menimbang bahwa Pemohon telah mengajukan permohonan untuk menguji Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004, khususnya Pasal 36 ayat (1), (2), dan (3), sehingga oleh karenanya permohonan pengujian dimaksud merupakan kewenangan Mahkamah;
2. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON
Menimbang bahwa Pasal 51 berbunyi:
“(1) Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
a. Perorangan warga negara Indonesia;
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
c. Badan hukum publik atau privat; atau
d. Lembaga Negara.
(2) Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”.
1 2
Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, maka untuk dapat diterima sebagai Pemohon di hadapan Mahkamah Konstitusi sebagai fihak yang memiliki legal standing, pihak tersebut terlebih dahulu harus menguraikan (i) kapasitasnya dalam permohonan sesuai dengan kualifikasi yang ditentukan Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 dimaksud dan (ii) kerugian atas hak konstitusional yang diderita dalam kualitas tersebut akibat berlakunya satu undang-undang;
Menimbang bahwa Pemohon dalam permohonannya mendalilkan dirinya sebagai warga negara Indonesia asli, perorangan yang melakukan pekerjaan advokat, telah dirugikan hak konstitusionalnya dengan berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, karena Pasal 36 ayat (1), (2), dan (3) undang-undang a quo, bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, karena ketentuan dalam ayat tersebut menempatkan Ketua Pengadilan sebagai pimpinan dan pengawas pelaksanaan putusan Pengadilan yang menimbulkan kekuasaan absolut. Kekuasaan absolut ini menyebabkan timbulnya perbuatan sewenang-wenang, dengan berbuat melebihi kekuasaannya seperti terjadi dalam pelaksanaan putusan perkara No.4080K/PDT/1998 juncto No.385/PDT/1997/PT.MDN juncto No.16/PDT-G/1997/PN.PsP;
Menimbang bahwa meskipun Pemohon mendalilkan dirinya sebagai orang perorangan yang melakukan perkerjaan advokat dirugikan hak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 36 ayat (1), (2), dan (3) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, karena kekuasaan Ketua Pengadilan yang absolut telah dipergunakan secara sewenang-wenang terhadap diri pribadi Pemohon, akan tetapi dari keseluruhan alat-alat bukti berupa P-1 sampai dengan
1 3
P-45, ternyata putusan pengadilan dalam perkara perdata Nomor 4080K/PDT/1998 juncto No.385/PDT/1997/PT.MDN juncto No.16/PDT-G/PN.PsP adalah perkara antara Ny. Badariah Mawar Harahap sebagai penggugat lawan Parlindungan Harahap CS sebagai tergugat-tergugat, dalam perkara mana Pemohon pengujian Undang-undang a quo bertindak sebagai kuasa H. Muchtar Siregar, ahli waris Penggugat, namun surat kuasa dimaksud secara eksplisit tidak ternyata telah dilampirkan, meskipun dalam sidang Mahkamah telah diperintahkan untuk dilampirkan, baik dalam perkara pokok yang diajukan di peradilan umum maupun dalam perkara permohonan pengujian undang-undang a quo;
Menimbang bahwa lagi pula, dari alat bukti maupun keterangan Pemohon yang diberikan di depan sidang Mahkamah, telah ternyata bagi Mahkamah bahwa kepentingan konstitusional yang dianggap telah dirugikan oleh berlakunya Pasal 36 ayat (1), (2) dan 3 UU Nomor 4 Tahun 2004 adalah kepentingan konstitusional Ny. Badariah Mawar Harahap yang diterangkan telah meninggal dunia dan dilanjutkan oleh ahli warisnya H. Muchtar Siregar dan bukan mengenai kerugian pribadi Pemohon a quo;
Menimbang bahwa kerugian yang dipermasalahkan tersebut adalah kerugian konstitusional yang dianggap telah dialami oleh Ny. Badariah Mawar Harahap Cq. H. Muchtar Siregar sebagai ahli waris, dan di lain pihak Pemohon tidak dapat menunjukkan surat kuasa yang memberi kewenangan bertindak untuk mengajukan permohonan pengujian di depan Mahkamah. Oleh karena itu, terlepas dari kedudukan Pemohon sebagai advokat yang boleh jadi mengalami kerugian dalam hal terjadinya keadaan secara umum seperti yang diuraikan dalam permohonan a quo dan terlepas pula dari pendirian Mahkamah bahwa masalah
1 4
yang didalilkan Pemohon menyangkut pelaksanaan eksekusi putusan Pengadilan yang telah berkekuatan tetap, Mahkamah menilai bahwa yang didalilkan oleh Pemohon dalam permohonannya bukanlah menyangkut konstitusionalitas Pasal 36 ayat (1), (2), dan (3) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004;
Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, Mahkamah menilai tidak ternyata terdapat kepentingan konstitusional Pemohon secara pribadi yang dirugikan sebagaimana yang didalilkan. Dengan demikian, secara pribadi Pemohon sama sekali tidak dirugikan oleh berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004, sehingga oleh karenanya Pemohon dipandang tidak memiliki legal standing sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi;
Menimbang bahwa karena Pemohon tidak mempunyai legal standing sebagaimana diuraikan dalam pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah berkesimpulan, tanpa perlu memasuki pokok perkara, permohonan Pemohon harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard);
Mengingat Pasal 56 ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
M E N G A D I L I
Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).
Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan hakim yang dihadiri oleh 9 (sembilan) Hakim Konstitusi pada hari Rabu, 13 April 2005 dan diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi yang terbuka untuk umum pada hari ini Kamis, 14 April 2005, oleh kami Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. selaku Ketua
1 5
merangkap Anggota dan Prof. Dr. H.M. Laica Marzuki, S.H., Prof. H.A.S. Natabaya, S.H., LL.M., H. Achmad Roestandi, S.H., Dr. Harjono, S.H., M.C.L., Prof. H. A. Mukthie Fadjar, S.H., M.S., I Dewa Gede Palguna, S.H., M.H., Maruarar Siahaan, S.H., serta Soedarsono, S.H., masing-masing sebagai anggota, dengan dibantu oleh Widi Astuti, S.H. sebagai Panitera Pengganti serta dihadiri oleh Pemohon/Kuasa Pemohon dan Pihak Terkait/Kuasanya;
K E T U A
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.
ANGGOTA-ANGGOTA,
Prof.Dr.H.M.Laica Marzuki, S.H. Prof.H.A.S.Natabaya,S,H.,LL.M.
H.Achmad Roestandi, S.H. Prof.H.A.Mukthie Fadjar,S.H.,M.S.
Dr. Harjono, S.H., M.C.L. I Dewa Gede Palguna, S.H., M.H.
Maruarar Siahaan, S.H. Soedarsono, S.H.
PANITERA PENGGANTI,
Widi Astuti, S.H.

No comments: